Pasar Litografi oleh Club Wilson yang menggambarkan sebuah pasar di Jawa (tahun 1700-1800).1865-1876) institusi, prosedur, hubungan sosial dan infrastruktur tempat usaha menjual barang, jasa, dan tenaga kerja untuk orang-orang dengan imbalan uang. [1] Barang dan jasa yang dijual menggunakan alat pembayaran yang sah seperti uang fiat.
Sayuran merupakan produk hortikultura yang mengalami tingkat fluktuasi harga yang tinggi karena sifatnya yang perishable. Hal ini menunjukkan bahwa ketidakseimbangan antara volume pasokan dan kebutuhan konsumen lebih sering terjadi pada komoditas sayuran dimana transmisi harga sayuran relatif rendah dibanding buah dan komoditas pangan lain Irawan, 2007. Khusus untuk pasar kentang yang terintegrasi akan membantu produsen dan konsumen, karena rantai pasokan yang ada dapat mentransmisikan sinyal harga secara benar. Sebagai konsekuensi dari kondisi ini, konsumen di pasar tertentu tidak perlu membayar lebih mahal dan produsen dapat melakukan spesialisasi berdasarkan keunggulan komparatifnya Adiyoga, et al. 2006. Dilihat dari usahatani komoditas kentang dan kubis yang memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif, akan lebih menguntungkan untuk meningkatkan produksi dalam negeri dibandingkan impor. Meskipun usahatani kentang dan kubis di lokasi penelitian memiliki keunggulan komparatif, tetapi apabila tidak dilakukan beberapa langkah pembenahan maka tidak akan dapat mewujud dalam keunggulan kompetitif, terutama orientasi untuk pasar ekspor. Untuk orientasi substitusi impor, kondisinya rawan karena petani mengalami disinsentif dalam berusahatani kentang dan kubis Saptana, et al. 2002. Di dalam usahtani kubis, faktor produksi ditingkat petani penggunaan pupuk ZA dan KCl belum efisien sehingga perlu ditingkatkan penggunannya Nurmalina dan Ameriana, 1995. Menurut Karmina dan Aisyah 2008 luas lahan yang diusahakan responden untuk usahatani tomat dan mentimun masih rendah dibandingkan dengan luas lahan optimal yang dapat di capai oleh responden dengan tenaga kerja yang tersedia. Luas lahan optimal tersebut dapat dicapai responden jika melakukan peningkatan luas lahan ekstensifikasi pertanian. Menurut Irawan 2007 yang menganalisis fluktuasi harga, transmisi harga dan marjin pemasaran sayuran dan buah. Alat analisis yang digunakan adalah analisis kuantitatif dengan menggunakan koefisien Variasi untuk menganalisis fluktuasi harga. Analisis lebih fokus pada aspek-aspek yang hanya dilakukan pada 15 komoditas hortikultura unggulan nasional yaitu bawang merah, cabai, kentang, kubis, pisang dan jeruk. Disamping itu, analisis yang sama juga dilakukan untuk komoditas padi dan palawija sebagai pembanding. Komoditas palawija yang dimaksud meliputi jagung, kacang tanah dan ubi kayu. Hasil penelitian menyatakan bahwa fluktuasi harga sayuran umumnya relatif tinggi dibanding buah, padi dan komoditas palawija. Hal ini menunjukkan bahwa ketidakseimbangan antara volume pasokan dan kebutuhan konsumen lebih sering terjadi pada komoditas harga sayuran relatif rendah 49 hingga 55 persen dibanding buah dan komoditas pangan lain 65 hingga 81 persen. Hal ini menunjukkan bahwa pasar sayuran di tingkat petani cenderung bersifat monopsoni/ adanya kekuatan monopsoni tersebut adalah marjin pemasaran sayuran cenderung tinggi dibanding buah dan komoditas pangan lain, sebaliknya harga yang diterima petani cenderung rendah 52-57 persen dari harga konsumen pada sayuran, dan 72-86 persen pada buah, padi dan palawija. Faktor lain yang menyebabkan rendahnya harga yang diterima petani sayuran adalah ketidakmampuan petani menahan penjualannya untuk mendapatkan harga yang lebih tinggi dan hal ini dapat didorong oleh tiga faktor yaitu desakan kebutuhan modal usahatani, keterbatasan teknologi efisien yang dapat diterapkan petani untuk mempertahankan kesegaran sayuran, dan keterbatasan sumber pendapatan diluar usahatani sayuran. Adiyoga, et al. 2006 yang melakukan penelitian integrasi pasar kentang di Indonesia analisis korelasi dan kointegrasi, yang menggunakan pendekatan korelasi statik untuk mengukur integrasi pasar spasial produk-produk pertanian dan pendekatan two step Engle-Granger EG. Hasil penelitian menyatakan bahwa koefisien korelasi bukan indikator yang konsisten atau tegas untuk menentukan integrasi pasar. Korelasi bivariat yang tinggi antara dua pasar yang tidak melakukan perdagangan satu sama lain masih tetap dimungkinkan, jika harga-harga di setiap pasar berkorelasi tinggi melalui hubungan harga dan perdagangan dengan suatu pasar destinasi gabungan pasar ketiga. Hasil penelitian menyarankan agar pendekatan korelasi sebagai alat diagnosa integrasi pasar, sebaiknya digunakan secara hati-hati karena berbagai bukti kelemahan yang melekat pada pendekatan tersebut. Penggunaan analisis kointegrasi dengan 16 pendekatan two step Engle-Granger terhadap data serial harga harian, mingguan dan bulanan secara konsisten mengindikasikan bahwa pasar kentang di Jakarta, Bandung, Sumatera Utara dan Singapura terintegrasi. Kointegrasi dalam hal ini merupakan implikasi statistik dari adanya hubungan jangka panjang antara peubah-peubah ekonomi harga. Hubungan jangka panjang tersebut mengandung arti bahwa peubah harga bergerak bersamaan sejalan dengan waktu. Pasar kentang yang terintegrasi seperti ini akan banyak membantu produsen dan konsumen, karena rantai pasokan yang ada dapat mentransmisikan sinyal harga secara benar. Sebagai konsekuensi dari kondisi ini, konsumen di pasar tertentu tidak perlu membayar lebih mahal dan produsen dapat melakukan spesialisasi berdasarkan keunggulan komparatifnya. Hal ini pada gilirannya akan mengarah pada penggunaan sumber daya yang lebih efisien. Saptana, et al. 2002 yang meneliti tentang analisis keunggulan komparatif dan kompetitif komoditas kentang dan kubis di Wonosobo Jawa Tengah dengan menggunakan alat analisis matrik Policy Analysis Matrix PAM. Berdasarkan analisis biaya dan keuntungan secara private menunjukkan bahwa usahatani komoditas kentang dan kubis di Wonosobo, baik pada MH maupun MK secara private menguntungkan. Sementara itu, analisis biaya dan keuntungan secara sosial atau ekonomik menunjukkan bahwa pengusahaan usahatani komoditas kentang dan kubis secara ekonomik menguntungkan. Besarnya keuntungan private yang dinikmati oleh petani, baik pada komoditas kentang maupun kubis adalah lebih rendah dari keuntungan ekonomiknya. Fenomena tersebut merupakan indikasi bahwa harga input yang dibayar petani lebih tinggi dan atau harga output yang diterima oleh petani lebih rendah dari harga sosial. Artinya petani di lokasi penelitian Wonosobo mengalami disinsentif dalam memproduksi komoditas kentang maupun kubis. Hasil analisis menunjukkan bahwa usahatani komoditas kentang dan kubis memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif yang ditunjukkan oleh sebagian besar nilai koefisien DRC <1 dan PCR<1. Artinya untuk menghasilkan satu-satuan nilai tambah pada harga sosial dan privat diperlukan penggunaan sumber daya domestik lebih kecil dari satu. Sehingga untuk lokasi penelitian Wonosobo, Jawa Tengah akan lebih menguntungkan untuk meningkatkan produksi dalam 17 negeri dibandingkan impor. Meskipun usahatani kentang dan kubis di lokasi penelitian memiliki keunggulan komparatif, tetapi apabila tidak dilakukan beberapa langkah pembenahan maka tidak akan dapat mewujud dalam keunggulan kompetitif, terutama jika orientasinya adalah pasar ekspor. Untuk orientasi substitusi impor, kondisinya rawan karena petani mengalami disinsentif dalam berusahatani kentang dan kubis. Jika kondisi disinsentif tersebut berlangsung permanen dalam jangka waktu dua sampai tiga tahun mendatang, barangkali pengusahaan komoditas kentang dan kubis di lokasi yang diteliti tidak akan berkelanjutan. Nurmalina dan Ameriana 1995 dalam penelitiannya mengenai efisiensi penggunaan faktor produksi dalam usahatani kubis ditingkat petani, yang menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas. Terdapat delapan Variabel yang mempengaruhi produksi kubis, antara lain bibit, tenaga kerja, ZA, TSP, KCl, pupuk kandang, insektisida, dan fungisida. Diantara beberapa input yang berpengaruh terhadap fungsi produksi kubis adalah pupuk KCl dengan nilai elastisitas sebesar 0,19 dan ZA sebesar 0,65 yang menunjukkan pengaruh nyata. Berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan, ternyata penggunaan pupuk ZA dan KCl belum efisien sehingga perlu ditingkatkan penggunannya. Menurut Karmina dan Aisyah 2008 yang melakukan penelitian mengenai optimalisasi lahan usahatani tomat dan mentimun dengan kendala tenaga kerja pendekatan program linier. Penggunaan tenaga kerja terbesar pria untuk komoditas tomat terjadi pada bulan Februari karena sebagian besar responden melakukan kegiatan pengolahan lahan dan perempuan terjadi pada bulan Maret, sedangkan untuk mentimun penggunaan tenaga kerja pria dan perempuan terbesar terjadi pada bulan April. Luas lahan optimal untuk komoditas tomat dan mentimun adalah satu hektar. Rata-rata lahan yang dimiliki responden untuk komoditas tomat sebesar 0,43 hektar dan untuk komoditas mentimun sebesar 0,38 hektar. Luas lahan yang diusahakan responden masih lebih rendah dibandingkan dengan luas lahan optimal yang dapat di capai oleh responden dengan tenaga kerja yang tersedia. Luas lahan optimal tersebut dapat di capai responden jika melakukan peningkatan luas lahan ekstensifikasi pertanian. 18 Produksi Kentang di Indonesia Tanaman kentang Solanum tuberosum L. merupakan tanaman semusim yang berbentuk semak, termasuk Divisi Spermatophyta, Subdivisi Angiospermae, Kelas Dicotyledonae, Ordo Tubiflorae, Famili Solanaceae, Genus Solanum, dan Spesies Solanum tuberosum L. Beukema, 1977. Kentang memiliki umbi batang yang dapat dimakan dan disebut "kentang" pula. Umbi kentang sekarang telah menjadi salah satu makanan pokok penting di Eropa walaupun pada awalnya didatangkan dari Amerika Selatan Peru, Chili, Bolivia, dan Argentina serta beberapa daerah Amerika Tengah. Penjelajah Spanyol dan Portugis pertama kali membawa ke Eropa dan mengembangbiakkan tanaman ini pada abad 17. Dengan cepat menu baru ini tersebar di seluruh bagian Eropa. Dalam sejarah migrasi orang Eropa ke Amerika, tanaman ini pernah menjadi pemicu utama perpindahan bangsa Irlandia ke Amerika pada abad ke-19, di kala terjadi wabah penyakit umbi di daratan Irlandia yang diakibatkan oleh jenis jamur yang disebut ergot11. Masuknya tanaman kentang di Indonesia tidak diketahui dengan pasti, tetapi pada tahun 1794 tanaman kentang ditemukan telah ditanam di sekitar Cisarua Kabupaten Bandung dan pada tahun 1811 tanaman kentang telah tersebar luas di Indonesia, terutama di daerah-daerah pegunungan di Aceh, Tanah Karo, Sumatera Barat, Bengkulu, Sumatera Selatan, Minahasa, Bali, dan Flores. Di Jawa daerah-daerah pertanaman kentang berpusatdi Pangalengan, Lembang, dan Pacet Jawa Barat, Wonosobo dan Tawangmangu Jawa Tengah, serta Batu dan Tengger Jawa Timur. Kentang termasuk tanaman yang dapat tumbuh di daerah tropika dan subtropika, dapat tumbuh pada ketinggian 500 sampai 3000 m di atas permukaan laut, dan yang terbaik pada ketinggian 1300 m di atas permukaan laut. Tanaman kentang dapat tumbuh baik pada tanah yang subur, mempunyai drainase yang baik, tanah liat yang gembur, debu atau debu berpasir. Tanaman kentang toleran terhadap pH pada selang yang cukup luas, yaitu 4,5 sampai 8,0, tetapi untuk pertumbuhan yang baik dan ketersediaan unsur hara, pH yang baik adalah 5,0 sampai 6,5. Tanaman kentang yang ditanam pada pH kurang dari 5,0 akan menghasilkan umbi yang bermutu jelek. Di daerah-daerah yang akan ditanam 19 kentang yang menimbulkan masalah penyakit kudis, pH tanah diturunkan menjadi 5,0 sampai 5,212. Produksi Kubis di Indonesia Secara biologi, tumbuhan ini adalah dwimusim biennial dan memerlukan vernalisasi untuk pembungaan. Apabila tidak mendapat suhu dingin, tumbuhan ini akan terus tumbuh tanpa berbunga. Setelah berbunga, tumbuhan mati. Kubis termasuk dalam Kerajaan Plantae, Divisi Magnoliophyta, Kelas Magnoliopsida, Ordo Brassicales, Famili Brassicaceae, Genus Brassica, Spesies B. Oleracea, nama binomial Brassica oleracea L13. Kubis adalah komoditas semusim yang memiliki ciri khas membentuk krop. Pertumbuhan awal ditandai dengan pembentukan daun secara normal. Namun semakin dewasa daun-daunnya mulai melengkung ke atas hingga akhirnya tumbuh sangat rapat. Pada kondisi ini petani biasanya menutup krop dengan daun-daun di bawahnya supaya warna krop makin pucat. Apabila ukuran krop telah mencukupi maka kubis siap dipanen. Kubis, kol, kobis, atau kobis bulat adalah nama yang diberikan untuk tumbuhan sayuran daun yang populer. Tumbuhan dengan nama ilmiah Brassica oleracea L. Kelompok Capitata ini dimanfaatkan daunnya untuk dimakan. Daun ini tersusun sangat rapat membentuk bulatan atau bulatan pipih, yang disebut krop, kop atau kepala capitata berarti "berkepala". Kubis berasal dari Eropa Selatan dan Eropa Barat dan, walaupun tidak ada bukti tertulis atau peninggalan arkeologi yang kuat, dianggap sebagai hasil pemuliaan terhadap kubis liar B. oleracea Var. sylvestris. Nama "kubis" diambil dari bahasa Perancis, chou cabus harafiah berarti "kubis kepala", yang diperkenalkan oleh sebagian orang Eropa yang tinggal di Hindia-Belanda. Nama "kol" diambil dari bahasa Belanda kool. Kubis menyukai tanah yang sarang dan tidak becek. Meskipun relatif tahan terhadap suhu tinggi, produk kubis ditanam di daerah pegunungan 400 m dpl ke atas di daerah tropik. Di dataran rendah, ukuran krop mengecil dan tanaman sangat rentan terhadap ulat pemakan daun Plutella. Karena penampilan kubis 12Ibid. Hlm. 18 13Ibid. Hlm. 18 20 menentukan harga jual, kerap dijumpai petani Indonesia melakukan penyemprotan tanaman dengan insektisida dalam jumlah berlebihan agar kubis tidak berlubang-lubang akibat dimakan ulat14. Produksi Tomat di Indonesia Seluruh anggota dari genus Lycopersicon merupakan tanaman setahun atau tanaman tahunan yang berumur pendek, tanaman berupa semak, diploid dengan kromosom somatis yang berjumlah 24. Sistematika tanaman tomat menurut para ahli botani adalah Divisi Spermatophyta, Subdivisi Angiospermae, Kelas Dicotyledonae, Ordo Tubiflorae, Famili Solanaceae, Genus Lycopersicon, Species Lycopersicon esculentum Mill15. Menurut sejarahnya tanaman tomat berasal dari Amerika, yaitu daerah Andean yang merupakan bagian dari negara-negara Bolivia, Chili, Colombia, Equador, dan Peru. Sejalan dengan penemuan benua Amerika, tanaman tomat juga kemudian dikenal di Eropa. Di Italia, tanaman ini dikenal sebagai tanaman yang buahnya berwarna merah, sedangkan di Eropa dikenal sebagai tanaman yang buahnya berjumlah banyak. Tomat dapat dikategorikan sebagai tanaman sayuran utama yang semakin populer keberadaannya sejak abad terakhir. Bagian yang dikonsumsi dari tanaman tersebut adalah bagian buahnya. Selain memiliki rasa yang enak, buah tomat juga merupakan sumber vitamin A dan C yang sangat baik. Disamping itu, kandungan lycopenenya sangat berguna sebagai antioksidan yang dapat mencegah perkembangan penyakit kanker. Akhir-akhir ini konsumsi tomat di negara-negara maju semakin meningkat dan sering diasosiasikan sebagai luxurious crop. Contohnya, di Israel buah tomat merupakan komoditas yang sangat penting bagi konsumen, sehingga seringkali digunakan sebagai acuan dalam menghitung indeks harga konsumen. Di negara-negara sedang berkembang tomat sudah mulai menjadi sayuran yang penting, namun orientasi petani dalam mengusahakannya masih lebih mengacu pada peningkatan produksi dibandingkan dengan peningkatan kualitas. Tomat biasanya 14Ibid. Hlm. 18 15Ibid. Hlm. 18
Daerahini merupakan salah satu objek wisata di Sulawesi Selatan. Kebanyakan masyarakat Toraja hidup sebagai petani. Komoditi andalan dari daerah Toraja adalah sayur-sayuran, kopi, cengkeh, cokelat dan vanili. Mayoritas penduduknya menganut agama Kristen Protestan sebanyak 72.54%, kemudian Katolik 17.57%, Islam 8.43%, Hindu 1.07%, dan Buddha 0.39%.
Sayuran indijenes memegang peranan penting dalam pertanian dan konsumsinya semakin meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk dan meningkatnya restaurant-restauran Sunda. Kemangi merupakan sayuran yang potensial dalam kontribusinya terhadap peningkatan pendapatan petani di perdesaan dan meningkatkan gizi keluarga. Tanaman ini mudah ditanam dan hanya memerlukan input eksternal yang rendah, dibandingkan dengan sayuran eksotis. Namun, meskipun tanaman ini penting, kemangi tidak cukup berorientasi pasar karena kecilnya daya saing petani dan terbatasnya produktivitas. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis struktur pasar sayuran kemangi. Data dikumpulkan dari 42 orang petani kemangi di Kecamatan Kadudampit Desa Undruswinangun dan Sukamaju yang diambil secara acak sederhana simple random sampling, dan 29 orang pedagang yang diambil secara snowball sampling. Data dianalisis secara deskriptif dan kuantitatif. Analisis yang digunakan adalah pangsa pasar, konsentrasi pasar CR, HHI Herfindal-Hirscman Index, karakteristik produk, dan hambatan masuk pasar. Hasil penelitian menemukan bahwa pemasaran sayuran kemangi di Kecamatan Kadudampit didominasi oleh empat pedagang pengumpul desa terbesar dengan angka Concentration Ratio CR4 sebesar 81%. Nilai Herfindahl-Hirscman-Index sebesar 0,17 menunjukkan struktur yang terbentuk cenderung mengarah kepada kondisi pasar oligopoli dari sisi penjual sedangkan oligopsoni dari sisi pembeli. Nilai MES yang diperoleh di atas nol MES>0 menunjukkan terdapat hambatan masuk pasar, dan karakteristik sayuran kemangi di Kecamatan Kadudampit bersifat homogen. Untuk meningkatkan posisi tawar petani, disarankan untuk membentuk kelompok tani kemangi, dan petani aktif mencari informasi kunci Indijenes, Herfindal-Hirscman Index, Oligopoly. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free Jurnal Agribisains ISSN 2550-1151 Volume 4 Nomor 2, Oktober 2018 STRUKTUR PASAR SAYURAN KEMANGI DI PASAR TRADISIONAL W. Nahraeni1a, A. Rahayu2, A. Yoesdiarti1 dan IA. Kulsum1 1Jurusan Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Djuanda Bogor 2Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Djuanda Bogor Jl. Tol Ciawi No 1 Universitas Djuanda Bogor Kode Pos 16720 aKorespondensi Wini Nahraeni. Telp 08129682305; E-mail ABSTRAK Sayuran indijenes memegang peranan penting dalam pertanian dan konsumsinya semakin meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk dan meningkatnya restaurant-restauran Sunda. Kemangi merupakan sayuran yang potensial dalam kontribusinya terhadap peningkatan pendapatan petani di perdesaan dan meningkatkan gizi keluarga. Tanaman ini mudah ditanam dan hanya memerlukan input eksternal yang rendah, dibandingkan dengan sayuran eksotis. Namun, meskipun tanaman ini penting, kemangi tidak cukup berorientasi pasar karena kecilnya daya saing petani dan terbatasnya produktivitas. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis struktur pasar sayuran kemangi. Data dikumpulkan dari 42 orang petani kemangi di Kecamatan Kadudampit Desa Undruswinangun dan Sukamaju yang diambil secara acak sederhana simple random sampling, dan 29 orang pedagang yang diambil secara snowball sampling. Data dianalisis secara deskriptif dan kuantitatif. Analisis yang digunakan adalah pangsa pasar, konsentrasi pasar CR, HHI Herfindal-Hirscman Index, karakteristik produk, dan hambatan masuk pasar. Hasil penelitian menemukan bahwa pemasaran sayuran kemangi di Kecamatan Kadudampit didominasi oleh empat pedagang pengumpul desa terbesar dengan angka Concentration Ratio CR4 sebesar 81%. Nilai Herfindahl-Hirscman-Index sebesar 0,17 menunjukkan struktur yang terbentuk cenderung mengarah kepada kondisi pasar oligopoli dari sisi penjual sedangkan oligopsoni dari sisi pembeli. Nilai MES yang diperoleh di atas nol MES>0 menunjukkan terdapat hambatan masuk pasar, dan karakteristik sayuran kemangi di Kecamatan Kadudampit bersifat homogen. Untuk meningkatkan posisi tawar petani, disarankan untuk membentuk kelompok tani kemangi, dan petani aktif mencari informasi pasar. Kata kunci Indijenes, Herfindal-Hirscman Index, Oligopoly. PENDAHULUAN Peluang pengembangan sayuran indijenes memiliki prospek yang baik, seiring dengan pertambahan penduduk dan meningkatnya restaurant- restauran Sunda. Tanaman indijenes mudah ditanam, toleran terhadap berbagai kondisi tanah dan iklim, resisten terhadap hama dan penyakit dan dapat menambah pendapatan keluarga. Selain itu tanaman indijenes mampu tumbuh dengan input eksternal yang rendah 1 Upaya pengembangan sayuran indijines juga dilakukan sebagai alternatif sumber mikronutrien zat berkhasiat murah dan sekaligus memperkuat basis ketahanan pangan 2 Kemangi merupakan salah satu jenis sayuran indijenes yang mempunyai banyak manfaat dan permintaannya relatif lebih besar dari sayuran indijenes lainnya. Salah satu sentra produksi kemangi di Kabupaten Sukabumi adalah Kecamatan Kadudampit. Meskipun kemangi ini cukup berkontribunsi terhadap pendapatan, namun petani belum berorientasi pasar. Proses pemasaran kemangi mempunyai keunikan, di antaranya fluktuasi harga yang relatif stabil, dan cara menjual berbeda dengan sayuran pada umumnya sebab kemangi dijual per gabung, per ikat, hingga per gantil jika sudah sampai ke tingkat pedagang keliling. Perbedaan ini menyebabkan perbedaan harga yang relatif tinggi dari pedagang pengumpul sampai pedagang eceran. Selain itu terbatasnya akses petani ke pasar, informasi pasar yang kurang, dan skala usaha yang relatif kecil menjadikan dukungan yang ditawarkan terbatas. Struktur pasar adalah penggolongan pasar berdasarkan strukturnya yang dapat dilihat dari jumlah produsen dan konsumen, karakteristik produk, mudah tidaknya keluar masuk pasar, dan ada tidaknya informasi pasar Case and Fair 2012, Pindyct dan Rubinfield 2009. Dengan mengetahui struktur pasar, maka dapat dilihat apakah pasar mengarah ke pasar persaingan sempurna perfect market atau persaingan tidak sempurna imperfect market. Studi yang dilakukan oleh Kirsten 2010 menyatakan bahwa akses ke pasar merupakan factor penting untuk meningkatkan kinerja petani skala kecil di negara berkembang. Sementara itu penelitian Erwidodo 2013 menyatakan bahwa struktur pasar kentang, bawang merah dan kubis adalah pasar persaingan sempurna, yang dicirikan oleh banyaknya pembeli dan penjual dan pembeli secara perorangan tidak dapat sesukanya menentukan harga di pasar. Penelitian struktur pasar sayuran indijenes khususnya kemangi relatif terbatas, oleh karena itu penelitian struktur pasar sayuran kemangi perlu dilakukan sebagai upaya untuk meningkatkan posisi tawar petani. Pasar adalah penghubung antara produsen dan konsumen, tanpa pasar petani tidak akan memiliki insentif untuk terlibat dalam produksi tanaman kemangi. Dalam memasarkan produknya, petani di Kecamatan Kadudampit masih belum berorientasi pasar. Hal ini terlihat dari kurangnya partisipasi mereka dalam memasarkan kemanginya dan masih beroperasi pada kondisi yang homogen, sehingga posisi tawar menjadi rendah. Petani hanya menerima harga yang ditawarkan para pedagang pengumpul karena kurangnya informasi pasar. Pertanyaannya adalah bagaimana struktur pasar yang ada dapat mempengaruhi harga pada berbagai lembaga dalam rantai pemasaran? Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis struktur pasar sayuran kemangi di Kecamatan Kadudampit Sukabumi Jawa Barat. BAHAN DAN METODE Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data dilaksanakan di Kecamatan Kadudampit pada bulan April sampai Mei 2017. Desa Sukamaju dan Desa Undrus Binangun dipilih sebagai sampel desa. Pemilihan lokasi penelitian ditentukan secara sengaja purposive, dengan pertimbangan kedua desa tersebut merupakan sentra produksi kemangi di Kabupaten Sukabumi. Jurnal Agribisains ISSN 2550-1151 Volume 4 Nomor 2, Oktober 2018 Metode Pengambilan Sampel Pengambilan petani sampel dilakukan dengan menggunakan metode acak sederhana simple random sampling, dengan jumlah petani yang diambil sebagai sampel sebanyak 42 orang. Pengambilan responden pedagang dilakuka dengan metode snowball sampling Jumlah pedagang yang diambil responden sebanyak 29 orang, yang terdiri atas 6 pedagang pengumpul desa, 6 pedagang besar dan 17 pedagang pengecer. Metode Pengolahan dan Analisis Data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diambil dengan wawancara langsung menggunakan kuesioner yang telah ditetapkan terlebih dahulu, sedangkan data sekunder diambil dari BPS, Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura, Jurnal dan literatur lainnya. Data dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif dan kuantitatif, dan diolah dengan menggunakan excel dan SPSS 21. Beberapa alat analisis struktur pasar adalah 1. Pangsa Pasar Pangsa pasar digunakan untuk mengetahui seberapa besar cakupan suatu industri di pasaran. Pangsa pasar dapat diukur dengan menggunakan rumus Dahl, Hammond. 1977 Market Share MS = Si / ST Keterangan MS = 0 â 100 %; Si = Penjualan pedagang pengumpul terbesar ke i ST = Penjualan total sayuran kemangi di Kecamatan Kadudampit. 2. Konsentrasi Pasar Konsentrasi pasar mengukur berapa jumlah output yang diproduksi dari empat perusahaan terbesar dalam sebuah industri Baye, 2010. Konsentrasi pasar dapat diukur dengan rumus Keterangan CR4 = Tingkat Konsetrasi Pasar Wi = Si/ ST ; I = 1,2,3,4 3. HHI Herfdinal-Hirscman Index Selain menggunakan persamaan 2, konsentrasi pasar dapat dihitung dengan menggunakan HHI Herfdinal-Hirscman Index. HHI merupakan penjumlahan kuadrat dari pangsa pasar petani dalam suatu industri dikalikan dengan Adapun perhitungan HHI yaitu HHI = Æ© wi2 Keterangan HHI = Herfindahl Hirschman Index; wi2 = Pangsa pasar 4. Hambatan Masuk Pasar Hambatan masuk pasar dianalisis dengan menggunakan Minimun Effisiency Scale MES Wahyuningsih, 2013. Nilai MES dapat diketahui melalui rumus sebagai berikut HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Petani Sampel Berdasarkan hasil penelitian, dari 42 orang petani sampel, sebagian besar petani 33% berada pada kelompok umur antara 51-60 tahun, 86% petani berjenis kelamin laki-laki, berpendidikan SD /sederajat 55%, pengalaman berusaha tani sekitar 10 tahun lebih 81%, sedangkan pengalaman usahatani sayuran indigenous khususnya kemangi, sebagian besar petani mempunyai pengalaman berusahatani 1 â 5 tahun 50%. Berdasarkan jumlah tanggungan keluarga, persentase terbesar yaitu sebanyak 48% mempunyai jumlah tanggungan keluarga 0 sampai 2 orang dan 3 sampai 5 orang. CR4 = S1 + S2 + S3 + S4 / ST atau Karakteristik Responden Pedagang Lembaga pemasaran yang terlibat adalah pedagang pengumpul desa PPD, pedagang besar PD dan pengecer. Berdasarkan umur, sebagian besar 83% PPD berumur antara 20-40 tahun, hampir sama dengan pedagang besar PB, namun umur pengecer sebagian besar berumur lebih dari 40 tahun. PB dan pengecer mempunyai pengalaman berdagang 6-10 tahun 33,3% dan 35,3%, sedangkan sebagian besar PPD mempunyai pengalaman berdagang 11-15 tahun. Tingkat pendidikan PPD sangat bervariasi yaitu tamat Sekolah Dasar SD 4 orang, tamat SLTP/sederajat 1 orang, dan tamat SLTA/sederajat 1 orang, dapat disimpulkan bahwa tingkat pendidikan rata-rata pedagang pengumpul desa adalah tamat Sekolah Dasar SD yaitu sebesar 66,7%. Tabel 1 Karakteristik Lembaga Pemasaran di Kecamatan Kadudampit, 2017 Pengalaman Berdagang Tahun Pengalaman Berdagang Sayuran Indigenous Tahun Sebagai Pekerjaan Sampingan Jumlah Tanggungan Keluarga Jurnal Agribisains ISSN 2550-1151 Volume 4 Nomor 2, Oktober 2018 Berdasarkan jenis pekerjaan, baik PPD maupun PB menyatakan bahwa berdagang sayuran merupakan pekerjaan utama 100%, namun 11,8% pendagang pengecer menyatakan sebagai pekerjaan sampingan, kedua sampel tersebut memiliki pekerjaan utama sebagai pedagang ayam potong dan es. Hal ini menunjukkan bahwa pertanian menjadi sektor yang memiliki andil besar dalam membangun perekonomian dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Market Structure Struktur Pasar Konsentrasi Pasar Perhitungan konsentrasi pasar atau market concentration CR dilakukan pada pedagang pengumpul di tingkat dusun atau desa Wahyuningsih, 2013. Tabel 2 menyajikan volume penjualan pedagang pengumpul desa sayuran kemangi di Kecamatan Kadudampit. Tabel 2. Volume Penjualan Kemangi di Seluruh Pedagang Pengumpul Desa Kecamatan Kadudampit, 2017 Pedagang Pengumpul Desa PDD Total penjualan seluruh PDD Hasil perhitungan disajikan pada Tabel 3. Berdasarkan nilai CR4 pedagang pengumpul desa sayuran kemangi di Kecamatan Kadudampit tahun 2017 diperoleh angka 81%, angka ini menujukkan bahwa pemasaran sayuran kemangi di Kecamatan Kadudampit didominasi oleh empat pedagang pengumpul desa terbesar . Tabel 3. Volume Penjualan, Pangsa pasar, dan Rasio Empat Pedagang Pengumpul Desa CR4 untuk Periode Produksi Kemangi selama Enam Bulan di Kecamatan kadudampit, 2017 Menurut Baye 2010 nilai CR4 yang mendekati 1 mengindikasikan bahwa pasar terkonsentrasi, artinya lebih sedikit jumlah penjual dibandingkan jumlah pembeli. Angka ini menunjukkan bahwa terdapat persaingan yang kecil antar pedagang. Di daerah penelitian, hal ini disebabkan oleh eratnya hubungan langganan antara penjual dan pembeli. Perhitungan konsentrasi pasar dilakukan juga menggunakan Herfindahl-Hirscman-Index HHI. Tabel 4 menunjukkan bahwa nilai HHI yang diperoleh dalam pemasaran sayuran kemangi di Kecamatan Kadudampit lebih besar dari 0, artinya bahwa pasar terkonsentrasi, hal ini sesuai dengan pendapat Baye 2010, jika nilai HHI 0, maka terdapat perusahaan-perusahaan dalam industri yang sangat kecil. Namun, jika nilai di atas 0 hingga 10 000 > mengindikasikan bahwa pangsa pasarnya bernilai 1, artinya CR berada pada sedikit persaingan untuk menjual ke konsumen pasar terkonsentrasi. Tabel 4. Perhitungan Herfindahl-Hirscman-Index di Kecamatan kadudampit Tahun 2017 Struktur pasar yang terbentuk dari pemasaran sayuran kemangi di tingkat pedagang pengumpul desa di Kecamatan Kadudampit cenderung bersifat oligopoli, yaitu pasar dengan beberapa penjual. Hal ini sesuai dengan pendapat Kohls dan Uhl 2002 yang menyatakan bahwa apabila nilai CR4 perusahaan terbesar lebih dari 50 persen >50%, maka struktur yang terbentuk cenderung mengarah kepada kondisi pasar oligopoli dari sisi penjual sedangkan oligopsoni dari sisi pembeli. Indiastuti 2011 memperkuat bahwa ada 6 kategori pasar berdasarkan tingkat persaingan yang diindikasikan oleh penguasaan pangsa pasar yaitu 1. Pure Monopoly, satu perusahaan menguasai pangsa pasar 100 %. 2. Dominant Firm, satu perusahaan menguasai 40-99 %. 3. Tight Oligopoly, empat perusahaan menguasai pangsa pasar lebih dari 60 %. 4. Loose Oligopoly, empat perusahaan menguasai pangsa pasar kurang dari 60 %. 5. Monopolistic Competition, banyak perusahaan bersaing dengan masing-masing memiliki market power yang tidak sama. 6. Pure Competition, banyak perusahaan bersaing dengan masing-masing tidak memiliki market power. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa petani kemangi cenderung bertindak sebagai penerima harga price taker dan posisi tawar bergainning position petani lemah atau kurang memiliki kekuatan dalam menentukan harga jual kemangi. Sedikitnya jumlah pembeli dan semakin terkonsentrasi distribusi pembelian produk, maka semakin tinggi kekuatan pasar yang dimiliki oleh pembeli, sehingga pembeli berperan besar dalam penentuan harga. Atau dapat pula dikatakan semakin sedikit jumlah penjual dibandingkan jumlah pembeli, semakin terkonsentrasi distribusi penjualan produk, maka semakin tinggi pula kekuatan pasar yang dimiliki oleh penjual, dalam keadaan ini penjual berperan besar dalam penentuan harga. Hal ini berarti petani berada pada posisi yang lemah karena petani bertindak sebagai price taker. Pada pemasaran sayuran indigenous kemangi di Kecamatan Kadudampit, kekuatan petani dalam menentukan harga jual cenderung lemah, sebab petani hanya menerima harga price taker yang dibayarkan oleh pembeli PPD, PB, Pengecer setelah kemangi berhasil dipasarkan, sedangkan informasi harga yang diperoleh hanya berupa informasi yang berasal langsung dari mulut pembeli bukan informasi yang berasal dari pasar, oleh karenanya besar kemungkinan Jurnal Agribisains ISSN 2550-1151 Volume 4 Nomor 2, Oktober 2018 terjadinya kepalsuan informasi terutama informasi harga. Ketiadaan lembaga penunjang kegiatan pertanian seperti kelompok tani atau terminal agribisnis semakin lemah penyampaian informasi ke petani. Hambatan Masuk Pasar Menurut keterangan para pedagang pengumpul di Kecamatan Kadudampit, hambatan yang banyak dihadapi dalam memasarakan kemangi adalah banyaknya pedagang yang membeli langsung dari petani baik sesama pedagang pengumpul, pedagang besar, atau pedagang pengecer, sehingga pedagang pengumpul desa yang telah ada bersaing dalam mendapatkan suplai kemangi dari petani ataupun menjual kepada konsumen. Keadaan demikian akan berdampak pada harga yang diterima oleh petani. Hambatan masuk pasar dihitung dengan menggunakan MES Minumum Efficiency Scale MES. Jika nilai MES lebih besar dari 10 persen, mengindikasikan bahwa terdapat hambatan masuk pada pemasaran sayuran kemangi di Kecamatan Kadudampit. Jika hambatan masuk tinggi, maka tingkat persaingannya sangat rendah, dan pasar berada pada kondisi kurang efisien Jaya, 2001. Tabel 5. Nilai MES Pemasaran Sayuran Indgenous Kemangi di Kecamatan Kadudampit, 2017 Berdasarkan hasil analisis nilai MES pemasaran sayuran kemangi di Kecamatan Kadudampit di semua tingkat lembaga pemasaran mempunyai nilai lebih dari 10 persen. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hambatan masuk pasar pada pemasaran sayuran kemangi di Kecamatan Kadudampit sehingga tidak mudah bagi pesaing baru untuk masuk ke dalam pasar. Sulitnya masuk pasar ini disebabkan oleh kuatnya ikatan antara petani dan pedagang pengumpul desa sebagai langganan. Kuatnya ikatan tersebut disebabkan adanya ikatan modal antara petani dengan pedagang pengumpul desa, dan kuatnya ikatan hubungan kekeluargaan atau tetangga. Besarnya nilai MES yang dihasilkan berbeda antara MES yang dihasilkan di tingkat pedagang pengumpul desa, di tingkat pedagang besar, dan di tingkat pedagang pengecer, hal ini disebabkan adanya perbedaan hambatan untuk masuk pasar pada masing-masing tingkatan. Nilai MES terbesar diperoleh pada tingkat pedagang besar, sebab menjadi pedagang besar selain hambatan yang telah disebutkan, terdapat hambatan modal yang cukup besar. Modal ini digunakan untuk membeli hasil panen petani dan operasional dalam pemasaran, karena volume penjualan pedagang besar relatif lebih besar dibandingkan pedagang pengumpul desa dan pedagang pengecer. Hal ini juga berdampak pada biaya yang dikeluarkan relatif lebih besar pula sehingga akan mempengaruhi kemampuan pesaing baru untuk masuk ke dalam pasar. Nilai MES terkecil diperoleh pada tingkat pedagang pengecer, sebab di tingkat pedagang pengecer hambatan masuk pasar relatif lebih ringan. Hambatan masuk pasar di tingkat pedagang pengecer sama halnya dengan hambatan di tingkat pedagang pengumpul dan di tingkat pedagang pengecer, akan tetapi ikatan penjual dan pembeli di tingkat pedagang pengecer relatif lebih renggang karena pembeli di pasar bebas memilih melakukan pembelian dengan pedagang pengecer mana pun, namun ada pula sebagian yang melakukan ikatan langganan. Akan tetapi di tingkat pedagang pengecer, volume yang dijual tidak dapat sebesar volume penjual di tingkat pedagang pengumpul desa dan di tingkat pedagang besar, sebab pedagang pengecer menjual langsung kepada konsumen dan pembelian konsumen biasanya lebih sedikit. Hambatan masuk pasar lainnya pada setiap tingkatan lembaga pemasaran adalah berlakunya sistem pembayaran tunda bayar atau bayar kemudian. Pembayaran dengan sistem ini akan menunda perputaran modal yang digunakan dalam usaha terkecuali pemilik modal besar yang dapat menggulirkan modalnya setiap saat. Tertunda atau berkurangnya perguliran modal usaha oleh setiap tingkatan lembaga pemasaran ini akan mengurangi kinerja setiap kegiatan pemasaran, sebagai contoh modal dalam pembelian saprotan, ketika pembayaran ditunda, maka petani akan meminjam modal kepada pihak lain seperti toko saprotan, dan ketika pembayaran dilakukan harga yang diharapkan tidak sesuai dengan kenyataan sehingga penerimaan petani berkurang. Karakteristik Produk Produk yang dihasilkan pada pemasaran sayuran kemangi di Kecamatan Kadudampit bersifat homogen. Sukirno 2002, menyebutkan ciri-ciri pasar oligopoly adalah barang yang dihasilkan bersifat homogen atau berbeda corak terdiferensiasi, kekuasaan menentukan harga adakalanya lemah dan adakalanya kuat, pada umumnya perusahaan melakukan promosi dengan iklan. Nuhfil 2009, menyatakan pasar dalam keadaan produk yang dihasilkan bersifat homogen ini dinamakan oligopoli murni pure oligopoly dan apabila produk yang dihasilkan tidak homogen maka pasar dinamakan oligopoli yang dibedakan differentiated oligopoly. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kesimpulan Struktur pasar yang terbentuk dari pemasaran sayuran indigenous kemangi di Kecamatan Kadudampit cenderung mengarah kepada oligopoli. Pasar sayuran kemangi terkonsentrasi dengan persaingan yang cukup tinggi, dengan besarnya nilai CR4 0,81 mendekati 1 dan nilai HHI sebesar di atas 0 hingga 10 000 serta nilai MES seluruh tingkatan lembaga pemasaran lebih besar dari 10 persen. Terdapat hambatan masuk pasar bagi pesaing baru. Karakteristik produk yang diperjualbelikan bersifat homogen. Implikasi Kebijakan Untuk memperkuat posisi tawar petani diharapkan terminal-terminal agribisnis atau kelompok tani dihidupkan dan dikembangkan. Posisi tawar petani yang kuat dapat meningkatkan harga kemangi, yang pada akhirnya dapat meningkatkan penerimaan petani kemangi. DAFTAR PUSTAKA Asmayanti. 2012. Sistem Pemasaran Cabai Rawit Merah Capsicum frustescens di Desa Cigedug Kecamatan Cigedug Kabupaten Garut. Departemen Agribisnis. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor Bogor. Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan Kementrian Perdagangan Republik Indonesia. 2015. Analisis Perkembangan Harga Bahan Pangan Pokok di Pasar Domestik dan Internasional. Diakses pada 28 Februari 2017. Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat. 2013. Jawa Barat dalam Angka. Diakses pada 13 Desember 2016. Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat. 2014. Jawa Barat dalam Angka. Diakses pada 13 Desember 2016. Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat. 2016. Kecamatan Kadudampit dalam Angka. Diakses 19 Maret 2017. Badan Pusat Statistik. 2015. Statistik Harga Produksi pertanian Subsektor Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Tanaman Perkebunan Rakyat. Diakses pada 03 Agustus 2017. Jurnal Agribisains ISSN 2550-1151 Volume 4 Nomor 2, Oktober 2018 Baye, M. 2010. Managerial Economics and Business Strategy. Seventh Edition. McGraw-Hill Irwin Singapura. Case, Fair, and Oster, 2012. Principles of Economics Tenth Edition. Prentice Hall New York. Dahl, Hammond. 1977. Market and Price Analysis. New York MC. Graw Hill. Direktorat Jenderal Hortikultura Kementrian Pertanian Republik Indonesia. 2014. Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Hortikultura Tahun 2014. Jaya, 2001. Ekonomi Industri. Edisi Kedua. Badan Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Gajah Mada Yogyakarta. Kementrian Pertanian. Rencana Strategis Kementrian Pertanian Tahun 2015-2019. Limbong, Sitorus, P. 1987. Pengantar Tataniaga Pertanian Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor. Pindyct and Rubinfield. 2009. Microeconomics. Fifth Edition. Prentice Hall New York. Nuhfil, K. 2009. Struktur Pasar. Diakses Pada 17 Agustus 2017. Profil Desa Undrus Binangun. 2017. Wahyuningsih. 2013. Sistem Pemasaran Rumput Laut di Kepulauan Tanakeke, Kabupaten Takalar, Provinsi Sulawesi Selatan Struktur, Perilaku, dan Keragaan Pasar. [Tesis]. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor Bogor. ... Hasil perhitungan MES 473 lebih besar dari 10 persen, dalam hal ini berarti bahwa terdapat hambatan yang tinggi dalam kegiatan keluar masuk pasar sapi di Desa Blaban. Apabila hambatan tinggi maka tingkat persaingan juga tinggi dan kondisi pasar kurang efisien Nahraeni et al., 2019. Hal ini menyatakan bahwa terdapat hambatan yang tinggi untuk pesaing baru yang masuk pasar sapi di Desa Blaban. ...... Produksi garam yang tidak menentu yang dipengaruhi oleh cuaca dan harga garam yang berfluktuasi mengakibatkan petani kurang sejahtera. Menurut Nahraeni et al 2019, kurangnya informasi pasar juga membuat posisi tawar petani sangat rendah sehingga petani hanya berperan sebagai penerima harga price taker. ...Ida Ayu Maharani Gusti Ayu Agung Lies Anggreni Listia Dewip>Garam merupakan komoditi yang sangat potensial dan strategis untuk dikembangkan di Indonesia. Desa Les merupakan desa penghasil garam tradisional di Kabupaten Buleleng. Keadaan geografis Desa Les yang dekat dengan pantai menjadi salah satu faktor pendorong bagi masyarakat sekitar untuk melakukan usaha produksi garam. Aspek tataniaga merupakan hal penting dalam mendukung peningkatan pendapatan petani garam. Panjang pendeknya saluran tataniaga mempengaruhi banyaknya lembaga tataniaga yang terlibat dan besarnya biaya tataniaga yang dikeluarkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui saluran tataniaga garam, struktur pasar, perilaku pasar garam, dan efisiensi tataniaga garam. Data penelitian ini dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Responden penelitian berjumlah 20 orang, terdiri dari 10 orang petani dan 10 orang lembaga tataniaga. Penentuan responden petani menggunakan metode Simple Random Sampling sedangkan penentuan jumlah responden lembaga tataniaga menggunakan teknik Snowball Sampling. Hasil dari penelitian ini adalah terdapat empat saluran tataniaga yang terlibat. Struktur pasar garam mengacu pada struktur pasar oligopoli. Saluran tataniaga tingkat 0 merupakan saluran terpendek dan paling efisien dengan margin tataniaga sebesar Rp. 0/kg dan farmerâs share sebesar 100% hal ini disebabkan karna tidak adanya lembaga tataniaga yang terlibat. Rasio keuntungan dan biaya terbesar ada pada saluran 2 yaitu sebesar 1,8.
Mausewa rumah yang dikontrakan atau cari kost di Jawa Barat di Atas Rp 8 Jt terdekat yang murah? Dapatkan kontrakan atau kosan harian, bulanan, tahunan lengkap dengan fasilitas ekslusif. To comply with GDPR we will not store any personally identifiable information from you. Therefore we will serve sub-optimal experience where some features
Daerah pegunungan menghasilkan makanan yang mengandung sayuran. Foto UnsplashDaerah pegunungan biasanya terkenal memiliki iklim yang dingin. Biasanya, di daerah tersebut terdapat berbagai macam perkebunan yang dikelola oleh orang hanya itu, setiap daerah juga biasanya menghasilkan makanan yang mencerminkan karakter masyarakatnya itu sendiri. Seperti yang telah disebutkan, masyarakat di daerah pegunungan biasanya memiliki lahan yang tersebut biasanya dijadikan sebagai perkebunan untuk menanam berbagai macam tanaman. Mengutip buku Prakarya dan Kewirausahaan yang disusun oleh Fauziah Asri Latifah, daerah pegunungan biasanya menghasilkan makanan yang berasal dari tersebut disebabkan karena suhu yang ada di pegunungan lebih dingin dibandingkan daerah lainnya, sehingga warga sekitar memanfaatkan makanan tersebut untuk menghangatkan badan. Lebih lanjut, Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak pegunungan dari Sabang hingga Marauke. Oleh karena itu, tidak heran apabila makanan yang mengandung serat, seperti sayuran dan buah-buahan sering di IndonesiaPegunungan yang ada di Indonesia. Foto UnsplashBerikut beberapa daerah pegunungan yang ada di IndonesiaPegunungan Bukit Barisan di Pulau SumateraPegunungan Kapur Utara di Jawa TengahPegunungan Tengger di Jawa TimurPegunungan Iyang di Jawa TimurPegunungan Verbek di perbatasan Sulawesi Tengah dan Sulawesi SelatanPegunungan Jayawijaya di PapuaSebetulnya, masih banyak pegunungan di Indonesia di setiap daerahnya. Selain bisa menghasilkan banyak makanan, seperti sayuran dan buah-buahan, pegunungan juga bisa menjadi tempat untuk itu, penduduk di sekitar daerah pegunungan memanfaatkannya dengan membuka berbagai macam rumah makan yang menjual makanan khas daerah Makanan Khas Daerah PegununganMakanan di setiap daerah juga memiliki ciri khasnya tersendiri untuk membedakannya dengan yang lain. Terdapat beberapa ciri atau karakter dari makanan khas pegunungan, yakniLebih asam dari makanan daerah lainnyaDominan mengandung masakan yang terbuat dari ikanBanyak menggunakan santan agar cita rasanya bisa semakin gurihMakanan Khas Daerah PegununganSingkong jadi salah satu makanan khas daerah pegunungan. Foto UnsplashDapat disimpulkan, daerah pegunungan biasanya menghasilkan makanan yang sesuai dengan ciri-ciri daerah yang telah disebutkan di atas. Berikut penjelasan berada di pegunungan, singkong merupakan makanan yang mudah untuk ditemui. Tidak hanya itu, cara memasak singkong termasuk mudah dan tidak perlu memerlukan banyak bahan serta pegunungan biasanya menyediakan tempat untuk menyeduh berbagai macam minum baik panas maupun dingin. Namun, salah satu minuman khas yang biasanya digemari adalah wedang jahe. Selain karena cita rasanya yang begitu kental dengan lidah Indonesia. Wedang jahe juga bisa menghangatkan tubuh di iklim yang lebih tinggi daripada lengkap rasanya jika di pegunungan tidak ada jagung untuk dijadikan sebagai cemilan. Selain karena banyaknya perkebunan jagung di daerah pegunungan, jagung juga menjadi makanan yang tepat di kala iklim yang sedang dingin-dinginnya.
TANATIDUNG, Koran Kaltara - Sampai saat ini harga pasaran di Kabupaten Tana Tidung (KTT) sangat mahal jika dibandingkan dengan harga yang berlaku di daerah lai Sayuran di Pasar Masih Didatangkan dari Luar Daerah - Korankaltara.com
ï»żKondisi saling melengkapi ini terjadi ketika ada wilayah yang berbeda-beda dalam ketersediaan dan kemampuan sumber daya yang dihasilkan. Seperti permasalahan pada soal, yang mana wilayah pegunungan dapat menghasilkan sayur tetapi tidak dapat menghasilkan ikan. Begitu pun dengan pesisir yang mana dapat menghasilkan ikan namun tidak bisa menghasilkan sayuran. Kedua wilayah ini dapat melakukan interaksi melalui aktivitas perdagangan atau jual beli untuk memenuhi kebutuhan masing-masing wilayah. Oleh kerena itu, jawaban yang tepat adalah B.
Liputan6com, Jayapura - Muslim Papua di pegunungan tengah Papua banyak tersebar di Distrik Walesi, Kabupaten Jayawijaya. Distrik Walesi menjadi lokasi penyebaran Islam pertama di pegunungan tengah Papua. Bahkan ajaran Islam dari Distrik Walesi telah menyebar ke sejumlah kabupaten di pegunungan tengah Papua, seperti di Kabupaten Yahukimo, Nduga, Yalimo.Puluhan anak-anak di sekitar Distrik
Ya termasuk pasar karena namanya adalah pasar tempat untuk menjual dan membeli jadi pasar sayuran yang ada di atas gunung bisa disebut pasar karena ada aktivitas menjual dan membeli sayuran
A Letak Geografis. Daerah Istimewa Yogyakarta terletak pada kurang lebih 114 meter diatas permukaan laut. Daerahnya yang kurang lebih berbentuk segi tiga terletak di antara : 110° BT -110° BT dan 7°32 LS - 8°12 LS. Secara administratif Daerah Istimewa Yogyakarta mempunyai status sebagai daerah tingkat satu yaitu sebagai Pravinsi Daerah
ArticlePDF AvailableAbstractUpaya pendokumentasian sayuran lokal sangatlah penting untuk dilakukan. Hal ini disebabkan keragaman sayuran lokal yang terancam punah oleh perubahan zaman, alih fungsi lahan, dan pola konsumsi masyarakat. Paper ini mendiskusikan keragaman sayuran lokal di Kabupaten dan Kota Kediri, Jawa Timur. Metode penelitian menggunakan survey eksplorasi melalui teknik wawancara terstruktur. Daerah survey mencangkup 15 pasar tradisional yaitu Gurah, Pare, Induk Pare, Pagu, Plemahan, Ngadiluwih, Grogol, Wates, Gempengrejo, Papar, Mojo, Pahing, Setono Betek, Grosir Ngronggo dan Bandar. Responden yang diwawancarai pada saat survey adalah pedagang sayur yang menjual sayuran lokal. Total jumlah responden di 15 pasar tradisional adalah 40 orang. Data yang didapatkan dianalisis secara deskriptif menggunakan software excel. Paper ini mendokumentasikan 28 spesies dari 16 famili tanaman. Sayuran lokal yang banyak diperjualbelikan adalah kenikir, kacang panjang, kangkung dan kemangi. Sedangkan sayuran yang dijumpai sedikit diperjualbelikan adalah kucai, selada air, nangka, dan terung pokak. Sayuran lokal khas daerah tersebut adalah sintrong dan sembukan. 61% sayuran lokal yang ditemui sudah dibudidayakan, 21% dibudidayakan tetapi masih dipungut dari alam, sisanya sebanyak 18% merupakan sayuran yang masih dipungut dari alam. Sayuran yang dipungut dari alam seperti pakis, sintrong, sembukan, bambu dan lamtoro mempunyai potensi untuk didomestikasi menjadi tanaman budidaya. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for freeContent may be subject to copyright. Jurnal Biodjati, 2 1 2017 52 SURVEY DAN PENDOKUMENTASIAN SAYURAN LOKAL DI PASAR TRADISIONAL KABUPATEN DAN KOTA KEDIRI, JAWA TIMUR Kartika Yurlisa1, Moch. Dawam Maghfoer2, Nurul Aini3, Wiwin Sumiya D. Paramyta Nila Permanasari5 1,2,3,4,5Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya Diterima 21 April 2017 Disetujui 29 Mei 2017 Publish 31 Mei 2017 Korespondensi Jalan Veteran, Malang 65145 email 1kartikayurlisa2 p-ISSN 2541-4208 e-ISSN 2548-1606 Abstrak. Upaya pendokumentasian sayuran lokal sangatlah penting untuk dilakukan. Hal ini disebabkan keragaman sayuran lokal yang terancam punah oleh perubahan zaman, alih fungsi lahan, dan pola konsumsi masyarakat. Paper ini mendiskusikan keragaman sayuran lokal di Kabupaten dan Kota Kediri, Jawa Timur. Metode penelitian menggunakan survey eksplorasi melalui teknik wawancara terstruktur. Daerah survey mencangkup 15 pasar tradisional yaitu Gurah, Pare, Induk Pare, Pagu, Plemahan, Ngadiluwih, Grogol, Wates, Gempengrejo, Papar, Mojo, Pahing, Setono Betek, Grosir Ngronggo dan Bandar. Responden yang diwawancarai pada saat survey adalah pedagang sayur yang menjual sayuran lokal. Total jumlah responden di 15 pasar tradisional adalah 40 orang. Data yang didapatkan dianalisis secara deskriptif menggunakan software excel. Paper ini mendokumentasikan 28 spesies dari 16 famili tanaman. Sayuran lokal yang banyak diperjualbelikan adalah kenikir, kacang panjang, kangkung dan kemangi. Sedangkan sayuran yang dijumpai sedikit diperjualbelikan adalah kucai, selada air, nangka, dan terung pokak. Sayuran lokal khas daerah tersebut adalah sintrong dan sembukan. 61% sayuran lokal yang ditemui sudah dibudidayakan, 21% dibudidayakan tetapi masih dipungut dari alam, sisanya sebanyak 18% merupakan sayuran yang masih dipungut dari alam. Sayuran yang dipungut dari alam seperti pakis, sintrong, sembukan, bambu dan lamtoro mempunyai potensi untuk didomestikasi menjadi tanaman budidaya. Kata kunci Sayuran lokal, Kediri, Jawa Timur Abstract. The efforts to documentation local vegetables is very important because its diversity is threatened with extinction due to the changing of times, land conversion, and consumption pattern. This paper discussed about the diversity of local vegetables in District and City of Kediri, East Java. The methods of the research using exploratory surveys through structured interview techniques. The area survey covers of 15 traditional markets namely Gurah, Pare, Induk Pare, Pagu, Plemahan, Ngadiluwih, Grogol, Wates, Gempengrejo, Papar, Mojo, Pahing, Setono Betek, Induk Ngronggo and Bandar. The respondents interviewed during the survey were vegetable sellers selling local vegetables. The total number of respondents in 15 traditional markets is 40 people. The data obtained is analyzed descriptively using excell software. The paper documents 28 species of 16 plant families. Common traded local vegetables are kenikir, Jurnal Biodjati, 2 1 2017 53 kacang panjang, kangkung and kemangi. While the vegetables that are found less traded are kucai, selada air, nangka and terung pokak. The typical local vegetables of the area are sintrong and sembukan. The local vegetables approximately about 61% encountered have been cultivated, 21% cultivated but still collected from nature, the remaining 18% are vegetables that are still collected from nature. Vegetables picked from nature such as pakis, sintrong, sembukan, bambu and lamtoro have the potential to be domesticated into cultivated plants. Key words Local vegetables, Kediri, East Java Yurlisa, K., Maghfoer, M. D., Aini, N., Sumiya, W. D. Y., & Permanasari, P. N. 2017. Survey dan Pendokumentasian Sayuran Lokal di Pasar Tradisional Kabupaten dan Kota Kediri, Jawa Timur. Jurnal Biodjati, 2 1, 52-63. PENDAHULUAN Sayuran merupakan salah satu kebutuhan pangan manusia. Saat ini pertumbuhan jumlah penduduk sangat pesat sehingga diduga pada masa mendatang akan terdapat kesenjangan antara jumlah penduduk dengan kebutuhan pangan. Menurut teori Malthus, jumlah penduduk meningkat secara geometris deret ukur, sedangkan produksi pangan meningkat secara arismatik deret hitung Rosyetti, 2009. Terkait dengan kebutuhan pangan yang terus meningkat, maka diperlukan upaya peningkatan pemanfaatan terhadap keanekaragaman tanaman untuk memenuhi kebutuhan manusia Pugalenthi et al., 2005. Diantara keanekaragaman pangan yang terdapat di Indonesia, maka sayuran lokal merupakan sumber pangan yang berpotensi dapat memenuhi kebutuhan gizi manusia. Keanekaragaman sayuran merupakan kekayaan biodiversitas yang sangat penting dalam kehidupan. Kanekaragaman sayuran merepresentasikan sumber makanan, pakan, obat-obatan dan banyak produk lainnya dalam kehidupan di bumi. Indonesia memiliki nutrisi kekayaan sayuran dengan kandungan nutrisi tinggi, bermanfaat bagi kesehatan dan berpotensi secara ekonomi. Sayuran dapat didefinisikan sebagai tanaman sukulen atau bagian dari tanaman yang dikonsumsi sebagai pelengkap makanan, dengan bahan karbohidrat, biji-bijian atau umbi Grubben et al., 1994. FAOSTAT 2007 mendefinisikan bahwa sayuran mengandung 70-95% air, yang pada umumnya ringan ketika dikeringkan. Sayuran lokal merupakan sayuran asli daerah yang telah banyak diusahakan dan dikonsumsi sejak zaman dahulu atau sayuran introduksi yang telah berkembang lama dan dikenal masyarakat di suatu daerah tertentu Suryadi dan Kusamana, 2004. Sayuran lokal mempunyai harga yang relatif murah, dan secara tradisional sayuran lokal merupakan salah satu komponen pola tanam, serta pemanfaatannya oleh petani memiliki keunggulan yang komparatif Marsh, 1998. Sayuran lokal merupakan bagian dari keanekaragaman hayati yang dimiliki Indonesia yang dikenal sebagai Mega Biodiversity Country. Mempertimbangkan arti penting sayuran sebagai bahan pelengkap makanan utama, maka sayuran ini dapat dieksploitasi pada tingkat komersial. Kandungan nutrisi yang beragam seperti vitamin A, B, C, kalium, besi, protein dan senyawa antioksidan mengindikasikan bahwa budidaya dan konsumsi dari sayuran dapat Jurnal Biodjati, 2 1 2017 54 membantu dalam menghadapi malnutrisi di Indonesia Becker, 2003 ; Madalla et al., 2013. Meningkatnya kebutuhan akan pangan yang bergizi tinggi, maka kegiatan koleksi dan pemanfaatan dari sayuran lokal menjadi penting untuk dilakukan agar sayuran tersebut tidak punah oleh perubahan zaman, alih fungsi lahan maupun pola konsumsi masyarakat. Informasi tersebut sangat penting untuk meletakkan dasar informasi sebagai pedoman pola konsumsi untuk komunitas daerah tersebut, menerapkan teknologi budidaya untuk mendukung keamanan pangan dan untuk menentukan potensi kandungan fitokimia dan farmasi. Indonesia memiliki kurang lebih jenis tumbuhan yang diantaranya terdiri dari 250 jenis sayuran, jenis jamur, jenis tumbuhan paku, 150 jenis bambu dan rotan serta lainnya Abrori, 2016. Keanekaragaman ini tersebar pada seluruh provinsi termasuk di Jawa Timur. Kabupaten dan Kota Kediri merupakan kawasan dengan pengembangan pertanian yang cukup pesat di Jawa Timur. Beberapa kecamatan di Kediri telah ditetapkan sebagai kawasan agropolitan. Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kediri Tahun 2010 dan Masterplan Agropolitan Kabupaten Kediri Tahun 2006, maka salah satu wilayah yang ditetapkan sebagai kawasan Agropolitan Pakancupung dengan komoditas unggulan berupa sayuran adalah kecamatan Pare, Kandangan, Puncu dan Kepung Sari dan Santoso, 2016. Daerah Kediri yang sebagian besar merupakan dataran rendah ±67 m dpl menyediakan berbagai tanaman yang sebagian telah dimanfaatkan secara turun-temurun sejak nenek moyang sebagai sayuran. Sayuran tersebut dapat dikategorikan sebagai sayuran lokal. Seiring perubahan zaman, alih fungsi lahan, dan pola konsumsi masyarakat maka keberadaan sayuran lokal mulai langka. Sayuran tersebut pada umumnya masih dipungut langsung dari alam untuk dikonsumsi sendiri atau diperjualbelikan di pasar tradisional. Hal ini mengindikasikan bahwa upaya konservasi genetik sayuran lokal perlu dilakukan yaitu melalui usaha budidaya pertanian. Penelitian bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai sayuran lokal yang diperjualbelikan oleh para pedagang sayur di pasar tradisional Kabupaten dan Kota Kediri, Provinsi Jawa Timur. Penelitian merupakan bagian dari penelitian pendahuluan mengenai potensi sayuran lokal Provinsi Jawa Timur. BAHAN DAN METODE Metode penelitian yang digunakan adalah survey eksplorasi melalui teknik wawancara terstruktur menggunakan kuesioner yang disajikan secara lisan. Kegiatan survey dilakukan pada bulan Februari-Maret 2017. Daerah Penelitian Kabupaten dan Kota Kediri, Provinsi Jawa Timur dipilih sebagai area penelitian, daerah ini terletak pada 07036â12ââ â 800â32ââ LS, 111047â05ââ- 112018â20ââ BT dan ketinggian ± 67 m dpl Pemkab. Kediri, 2016 Gambar 1. Area penelitian terdiri dari perbukitan dan pegunungan dengan lembah kecil dan dataran, luas dari area adalah 1449,4 km2. Suhu udara berkisar antara 23-31oC. Lokasi survey mencangkup 15 pasar tradisional Kabupaten dan Kota Kediri Tabel 1. Pemilihan lokasi berdasarkan sebaran lokasi pasar dan keberagaman tingkatan pasar. Sasaran responden adalah para pedagang sayuran lokal. Data yang dikumpulkan meliputi nama lokal, bagian sayuran yang Jurnal Biodjati, 2 1 2017 55 dijual, asal sayuran dibudidayakan atau dipungut dari alam. Analisis data dilakukan secara deskriptif. Sayuran yang diperoleh didokumentasikan dengan kamera dan juga dilakukan pengambilan sampel sayuran untuk keperluan identifikasi tanaman. a b a b Gambar 1. Peta lokasi dari area penelitian yang menunjukkan area survey a Kota Kediri dan b Kabupaten KediriTabel 1. Lokasi dan nama pasar tradisional yang dijadikan tempat penelitian Jurnal Biodjati, 2 1 2017 56 Pengumpulan Data Sebelum melakukan penelitian, observasi pre-eliminari dan acak dilakukan. Kuisioner terbuka dengan pedagang sebagai responden disusun untuk mendapatkan data kualitatif sayuran lokal. Kualifikasi responden adalah para pedagang sayuran yang menjual sayuran lokal atau mayoritas menjual sayuran lokal pada saat kegiatan survey dilakukan. Total responden berjumlah 40 orang yang tersebar pada 15 pasar Tabel 1. Informasi terkait grup umur, jenis kelamin, status pernikahan, dan tingkat pendidikan disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Data responden yang diwawancarai di lokasi penelitian Jumlah responden yang diwawancarai Identifikasi Spesies Tanaman Sampel sayuran lokal yang diperjualbelikan di pasar dikumpulkan dari area penelitian, kemudian dibawa ke laboratorium dan diindentifikasi menggunakan pustaka buku determinasi menggunakan buku determinasi pedoman pustaka Flora of Java Volume I, II, III Backer dan Bakhuzein Van den Brink ,1968, A Practical Field Guide to Weeds of Rice in Asia Caton et al., 2010, dan Weed Identification Naidu, 2012. Kemudian dilakukan pendataan bentuk tumbuh tanaman. Analisis Data Analisis data frekuensi sitasi dilaporkan sebagai persentase dan proporsi. Tiap tanaman yang didapatkan dari responden yang termasuk sebagai sayuran lokal dihitung sebagai frekuensi sitasi. HASIL Arti Penting Tanaman dan Keanekaragaman Tanaman Hasil observasi langsung di pasar tradisonal memperlihatkan bahwa keragaman sayuran lokal Kediri yang diperjualbelikan tergolong tinggi >20 spesies tanaman. Hasil survey dan wawancara disusun dalam tabel berdasarkan susunan alfabet nama famili tanaman. Inventarisasi detailnya meliputi nama ilmiah, nama lokal, famili tanaman, bentuk tumbuh tanaman dan bagian tanaman yang dijual. Daftar sayuran lokal yang diperjualbelikan dan dikonsumsi di Kabupaten dan Kota Kediri disajikan pada Tabel 3. Jurnal Biodjati, 2 1 2017 57 Tabel 3. Daftar sayuran lokal yang diperjualbelikan dan dikonsumsi di Kabupaten dan Kota Kediri Bagian sayuran yang dijual Crassophecephalum crepidiodes Sechium edule Jacq. Swartz Luffa acutangula L. Roxb. Arcypteris irregularis C. Presl Ching Psophocarpus tetragonolobus Jurnal Biodjati, 2 1 2017 58 Penelitian mendokumentasikan 28 spesies sayuran lokal milik 16 famili tanaman. Dokumentasi keragaman sayuran lokal di Kabupaten dan Kota Kediri disajikan pada Gambar 2. Jurnal Biodjati, 2 1 2017 59 Gambar 2. Dokumentasi keanekaragaman sayuran lokal di pasar tradisional Kabupaten dan Kota Kediri. Sayuran Lokal Berdasarkan Daur Hidup Tanaman Berdasarkan daur hidup tanaman, 61% dari tanaman yang ditemui pada penelitian termasuk tanaman semusim, sedangkan 39% termasuk tanaman tahunan Gambar 3. Gambar 3. Diagram persentase daur hidup sayuran lokal Asal Sayuran Lokal yang Diperjualbelikan Diantara sayuran lokal yang diperjualbelikan didapatkan 61% sayuran lokal yang dijual berasal dari pembudidayaan. Sebanyak 21% berasal dari pembudidayaan dan juga masih dipungut dari alam. Sisanya sebanyak 18% sayuran langsung dipungut dari alam, tanpa proses pembudidayaan Gambar 4. Gambar 4. Diagram persentase pembudidayaan sayuran lokal Bagian Tanaman yang Dijual Masyarakat daerah tersebut mengkonsumsi sayuran lokal dalam bentuk bunga, buah, batang, daun, biji dan polong. Bagian tanaman sayuran yang paling sering dijual berupa daun 36% dan diikuti oleh buah 25%, batang 22%, bunga 6%, polong 6% dan biji 6%. Diagram persentase bagian tanaman yang dijual disajikan pada Gambar 5. Gambar 5. Diagram persentase bagian tanaman yang dijual PEMBAHASAN Eksplorasi intensif dengan tujuan untuk pengumpulan informasi dan pendokumentasian sayuran lokal telah dilakukan selama 2 bulan dari Februari-Maret 2017 di 15 pasar tradisional Kabupaten dan Kota Kediri. Informasi dikumpulkan melalui wawancara semi-terstruktur menggunakan kuisioner. Responden penelitian terdiri dari 40 informan 87,5% responden merupakan penduduk asli daerah tersebut, dan sisanya sebanyak 12,5% merupakan pendatang. Responden pada penelitian ini mayoritas 61% 39% TanamanSemusimTanamanTahunan61% 18% 21% DibudidayakanDipungut darialamDibudidayakandan dipungutdari alam5% 25% 22% 36% 6% 6% BungaBuahBatangDaunBijiPolong Jurnal Biodjati, 2 1 2017 60 adalah penduduk asli daerah tersebut. Dengan harapan penduduk asli lebih banyak mempunyai pengetahuan tentang sayuran lokal daerah tersebut. Responden berjenis kelamin laki-laki sebanyak 6 orang dan perempuan sebanyak 34 orang. Mayoritas responden berjenis kelamin perempuan 85% dari total. Hal ini menjadi penting, karena perempuan lebih mempunyai ketertarikan pada sayuran lokal. Semua responden sudah berkeluarga, berusia antara antara 32 dan 81 tahun, yang didominasi oleh responden yang berusia 41-60 tahun 57,5%. Dengan tingkat pendidikan terakhir dari responden yaitu 45% menempuh Sekolah Dasar SD dan 22, 5% menempuh Sekolah Menengah Akhir SMA, juga ditemukan masih terdapat 10% dari responden yang tidak menempuh pendidikan formal Tabel 2. Hubungan antara tanaman dan manusia sangat kuat dan tidak dapat dipisahkan, dapat dikatakan hubungan antara keduanya sebagai ketergantungan. Keanekaragaman tanaman menunjukkan kekayaan ekonomi dari suatu daerah. Pemanfaatan dan kegunaan dari tanaman tersebut berhubungan dengan arti penting tanaman di daerah tersebut Arshad et al., 2014; Amjad dan Arsyad, 2014. Dalam penelitian ini, ditemukan bahwa masyarakat dari daerah penelitian tidak bergantung pada sayuran lokal untuk memenuhi kebutuhan dasar hidup. Beberapa sayuran lokal sulit untuk ditemui di sebagian besar pasar. Walaupun beberapa pasar memiliki keanekaragaman sayuran lokal yang tinggi, sebagai contohnya pasar tradisional Wates, yang terletak di daerah Kabupaten Kediri. Berdasarkan hasil wawancara dengan pedagang, didapatkan bahwa daerah tumbuh sayuran lokal berasal dari pedesaan. Di desa, sayuran tersebut lebih mudah ditemukan dan bernilai ekonomis rendah. Karena nilai ekonomis yang rendah, sayuran tersebut kurang mendapat perhatian. Adapun pedagang yang memperjualbelikan sayuran lokal di perkotaan mengharapkan adanya nilai tambah ekonomi pada sayuran tersebut, dibandingkan ketika dijual di desa. Pola konsumsi masyarakat perkotaan sekarang yang lebih menyukai sayuran kultivasi seperti kol, wortel dan lain-lain, membuat sayuran lokal terpinggirkan. Adapun keterbatasan lahan di daerah perkotaan menjadikan sayuran tersebut terbatas tempat tumbuhnya. Sehingga jarang ditemui sayuran lokal yang dibudidayakan di daerah perkotaan. Hasil penelitian mendokumentasikan 28 spesies sayuran lokal milik 16 famili tanaman, sayuran tersebut dimanfaatkan sebagai pendamping makanan utama. Sayuran lokal dari hasil penelitian ini dapat mencerminkan besarnya keanekaragaman flora Kabupaten dan Kota Kediri. Keanekaragaman jenis sayuran lokal yang diperjualbelikan tergolong tinggi. Pasokan sayuran cenderung stabil dikarenakan sebagian besar sayuran lokal sudah dibudidayakan petani. Sebagian sayuran masih bergantung dengan kondisi curah hujan. Sehingga ada beberapa sayuran yang lebih mudah ditemui pada saat musim penghujan dibandingkan pada musim kemarau. Dari data frekuensi sitasi dapat terlihat bahwa sayuran lokal yang paling banyak diperjualbelikan adalah kenikir 24, kacang panjang 24, kangkung 23 dan kemangi 16. Sedangkan sayuran yang dijumpai paling sedikit diperjualbelikan adalah kucai 1, selada air 1, nangka 1 dan terung pokak 1. Jenis sayuran yang khas yang ditemui pada penelitian ini adalah sintrong dan sembukan. Kedua sayuran yang khas tersebut biasanya dikelompokkan pada tanaman gulma gulma adalah tanaman tanaman kompetitor dan inang organisme pengganggu tanaman. Ternyata di daerah Kabupaten Kediri, tanaman tersebut termasuk sayuran yang biasa dikonsumsi dan dapat memberikan manfaat pada kesehatan. Langkah selanjutnya perlu dilakukan investigasi pada pemanfaatan sayuran dan kandungan komponen fitokimia tanaman Jurnal Biodjati, 2 1 2017 61 tersebut. 61% dari tanaman yang ditemui pada saat survey termasuk tanaman semusim, sedangkan 39% termasuk tanaman tahunan Gambar 3. Diantara sayuran tersebut didapatkan 61% sayuran lokal yang dijual berasal dari pembudidayaan. Sebanyak 21% berasal dari pembudidayaan dan juga masih dipungut dari alam, sisanya sebanyak 18% sayuran langsung dipungut dari alam, tanpa proses pembudidayaan Gambar 4. Sebagian besar tanaman dapat ditemukan dengan mudah di sekitar rumah, menunjukkan bahwa daerah penelitian kaya dalam biodiversitasnya. Pembudidayaan sayuran lokal bukan hanya bertujuan sebagai konservasi tanaman, tapi juga menjadikan sayuran tersebut lebih mudah untuk dikumpulkan. Sebagai tambahan, pada umumnya tanaman yang dibudidayakan dipekarangan rumah adalah tanaman yang sering digunakan oleh penduduk daerah tersebut Zheng dan Xing, 2009. Masyarakat setempat mengkonsumsi sayuran tersebut dalam bentuk bunga, buah, batang, daun, biji dan polong. Bagian tanaman sayuran lokal yang paling sering dimanfaatkan berupa daun 36% dan diikuti oleh buah 25%, batang 22%, bunga 6%, polong 6% dan biji 6%. Dalam beberapa kasus, lebih dari satu organ tanaman di satu macam spesies tanaman, seperti daun dan batang, dikonsumsi sebagai sayuran. Hasil penelitian kami ini sejalan dengan beberapa survey yang menunjukkan bahwa daun adalah bagian sayuran yang sering dikonsumsi Susanti, 2015; Chotimah et al., 2013. Daun juga merupakan bagian yang paling dominan digunakan dibandingkan lainnya, karena bagian tanaman ini lebih mudah dikumpulkan dibandingkan bagian tanaman lain, buah dan bunga dan lain-lain Giday et al., 2009. Dan dalam pandangan ilmiah, daun merupakan tempat fotosintesis dan tempat produksi dari metabolit sekunder Ghorbani, 2005. Selain itu, alasan penting lainnya bahwa mengkonsumsi daun merupakan upaya untuk mengkonservasi tanaman, semisalnya kita mengunakan bagian akar akan menyebabkan tanaman tersebut mati dan menempatkan spesies tanaman tersebut dalam kondisi terancam kepunahan Kadir et al., 2012. Usaha budidaya sayuran lokal juga harus memperhatikan kajian ekosistem dimana tanaman tersebut tumbuh berkembang secara alami. Kajian mengenai karakteristik tumbuh tanaman pada habitat alami, pH, komposisi media tanam, dan unsur hara harus dilakukan terlebih dahulu sebelum penanaman dilakukan. Kajian tersebut akan mempengaruhi teknologi budidaya yang digunakan dan modifikasi lingkungan tumbuh. Kemungkinan tanaman sayuran lokal menjadi gulma atau tanaman kompetitor dan inang organisme pengganggu tanaman juga harus mendapat perhatian khusus dalam rangka menciptakan lingkungan budidaya yang sehat. Usaha budidaya sayuran lokal juga harus memperhatikan aspek agribisnis agar dapat menambah nilai jual, jumlahnya sesuai permintaan pasar, dan pasokannya stabil. Harga jual di pasar dari semua sayuran lokal yang ditemukan berkisar di bawah Harga sayuran lokal tertinggi adalah komoditas kemangi Rp. Keberadaan sayuran lokal di pasar dengan harga yang relatif rendah dibandingkan sayuran kultivasi menunjukkan bahwa sayuran lokal dapat digolongkan sebagai sayuran minor. Informasi tentang pemanfaatan sayuran lokal di Kabupaten dan Kota Kediri, Provinsi Jawa Timur, untuk pertama kalinya telah dikumpulkan dan didokumentasikan melalui penelitian ini. Penelitian kami menunjukkan bahwa sebagian besar sayuran lokal adalah pelengkap makanan utama untuk masyarakat di Kabupaten dan Kota Kediri. Hasil dari penelitian merepresentasikan informasi tentang Jurnal Biodjati, 2 1 2017 62 sayuran lokal, yang dapat berkontribusi memelihara kearifan lokal dan diharapkan dapat menarik minat generasi muda dalam pemanfaatan sayuran lokal. Hasil penelitian telah mendokumentasikan 28 spesies dari 16 famili tanaman. Penelitian juga diharapkan dapat menciptakan kepedulian antara masyarakat daerah Kabupaten dan Kota Kediri tentang arti penting dari sayuran lokal dan upaya konservasinya. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada KEMENRISTEKDIKTI yang telah membiayai penelitian ini melalui program Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi -Universitas Brawijaya. Kami juga mengucapkan terima kasih atas bantuan yang diberikan oleh Amalia Azizah Ally selama pelaksanaan penelitian. DAFTAR PUSTAKA Abrori, M. 2016. Keanekaragaman tumbuhan bawah di Cagar Alam Manggis Gadungan Kecamatan Puncu Kabupaten Kediri. Skripsi, Universitas Islam Negeri, Malang. Amjad, M. S., & Arshad, M. 2014. Ethnobotanical inventory and medicinal uses of some important woody plant species of Kotli, Azad Kashmir, Pakistan. Asian Pac. J. Trop. Biomed 4, 12, 952-958. Arshad M., Ahmed M., Ahmed E. Saboor A., Abbas A., & Sadiq, S. 2014. An ethnobotanical study in Kala Chitta Hills of Pothwar Region. Pakistan Multinomial logit specification. J. Ethnobiol Erhnomed, 10, 13. Becker, K., Afuang W., & Siddhuraju, P. 2003. Comparative nutritional evaluation of raw, methanol extracted residues and methanol extracs of moringa Moringa oleifera Lam. leaves on growth performance and feed utilization in Nile Tilapia Oreochromis niloticus L.. Aquaculture Research 34, 13, 1147-1159. Caton, B. P., Mortimer, M., Hill, & Johnson, D. E. 2010. A practical field guide to weeds of rice in Asia. Philippines International Rice Research Institute Chotimah, H. E. N. C., Kresnatita, S. & Miranda, Y. 2011. Studi etnobotani sayuran indigenous lokal Kalimantan Tengah. Jurnal Seminar Nasional Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo. Solo. FAOSTAT. 2007. Food agriculture organization corporate statiscal database FAOSTAT on-line, United Nation Food and Agriculture Organization, Rome. Retrieved from. Ghorbani, A. 2005. Studies on pharmaceutical ethobotany in region of Turkmen Sahra, North of Iran Part 1 General Results. J. Ethnopharmacol, 102, 58-68. Giday, M., Astaw Z., & Woldu Z. 2009. Medicinal plants of the Meinit ethnic group of Ethiophia an ethnobotanical study. J. Ethnopharmacol, 124, 513-521. Grubben, G. J. H., Siemonsma, & Kasem, P. 1994. Introduction to plant resources of South-East Asia 8 vegetables. Bogor PROSEA Foundation. Kadir, M. F., Bin Sayeed, M. S., & Mia, M. M. K. 2012. Ethnopharmacological survey of medicinal plants used by indigenous and tribal people in Rangamati, Bangladesh. J. Ethnopharmacol, 144, 627-637. Madalla, N., Agbo, & Jauncey, K. 2013. Evaluation of aqueous extracted moringa leaf meal as a protein source for Jurnal Biodjati, 2 1 2017 63 Nile Tilapia Juveniles. Tanzania Journal of Agricultura Science, 12, 1, 53-64. Marsh, R. 1998. Building on traditional gardening to improve household food security. Food Nutr Agric., 22, 4-14. Naidu, V. S. G. R. 2012. Hand book on weed identification. directorate of weed science research. India Jabalpur. Pugalenthi, M., Vadivel, V., & Siddhuraju, P. 2005. Alternative food/feed perspectives of an underutilized legume Mucuna pruriens Var. Utilis â a review. Plants Foods for Human Nutrition, 60, 201-218. Kuantan Singing. Jurnal Ekonomi, 17, 2,51-63. Sari, D. & Santoso, 2016. Faktor- faktor yang mempengaruhi pengembangan Kabupaten Kediri. Jurnal Teknik, 5, 1, 64- Susanti, H. 2015. Ethnobotanical study for swamp Lokal vegetables at Martapura Market of South Kalimantan. Ziraaâah, 40, WCMC. 1992. Global biodiversity status of the earthâ living resources â world conservation monitoring centre. New York Chapman and Hall. Zheng, X., & Xing, F. 2009. Ethnobotanical study on medicinal plants around Mt. Yinggeling, Hainan Island, China. J. Ethnopharmacol, 124, 197-210. ... Kajian etnobotani yang membahas mengenai peran pasar tradisional, berdasarkan survei Martinez dikutip Hakim 2014, menjadi kategori kajian etnobotani yang paling sedikit dilakukan. Beberapa studi mengenai hal itu, diantaranya studi Yurlisa et al. 2017 yang mendokumentasikan ragam sayuran lokal di pasar tradisional. Pada studi itu, peneliti menemukan bahwa pasar merupakan tempat yang tepat untuk mendapat berbagai informasi terkait jenis sayuran yang diperjualbelikan. ...... Tabel 1 menunjukkan bahwa terdapat 32 jenis tanaman rempah yang diperjualbelikan di pasar Warungkondang. Hal ini menunjukkan bahwa keanekaragaman tanaman bumbu rempah yang dijual di Pasar Warungkondang tergolong tinggi karena melebihi 20 spesies tanaman Yurlisa et al., 2017. Jenis tanaman yang paling banyak diperdagangkan berasal dari famili Zingiberaceae cikur, honje, jahe, koneng dan laja dan Alliaceae bawang-bawangan. ...... Banyak spesies yang dapat kita amati bahkan kita pelajari dipasar, salah satunya adalah ikan. Begitu pula menurut Yurlisa et al., 2017, besarnya keanekaragaman flora yang diperjualbelikan di pasar tergolong tinggi. ...Poppy Antika SariKasrina KasrinaAbas Abas Anggita Dwi OktavianiThis study aims to inventory and classify fish diversity in the Bengkulu traditional market. The research method used is descriptive qualitative. The data obtained were tabulated and analyzed descriptively, then a literature study was conducted for identification. Sample collection was carried out using the exploration method by tracking every trader selling fish in the market. The results showed that there were 55 fish species belonging to 43 genera, 31 families and 9 orders. In conclusion, the order Perciformes with the family Carangidae and the Genus Lutjanus is the most common group of fish found in the Bengkulu traditional market. Keywords Pocket Book, Sea Fish, Traditional Market, Learning Resources... Diversity and availability of goods in traditional markets are high Ela et al. 2016, in the forms of dry food, wet food products, and industrial products. In traditional markets, there are also agricultural commodities such as staple food, including rice Yurlisa et al. 2017. Traditional markets have various local potentials that are used by residents to market agricultural products, namely vegetables and plantation crops Kharisma 2014. ...Deanova AK, Pristiawati CM, Aprilia D, Solikah I, Nurcahyati M, Liza N, Partasasmita R, Setyawan AD. 2021. Title. Biodiversitas 22 4095-4105. Market is one of the most important economic sectors in a country. One type of market is a traditional market that is synonymous with squalid, overcrowded and slum conditions. However, traditional markets provide essential commodities that are relatively cheaper and fresher than modern markets. The purpose of this research was to record the diversity of species and varieties of edible plants traded in Ir. Soekarno Market, a traditional market in Sukoharjo District. Plant commodities observed were vegetables, spices, fruits, and staples sold by the sellers in this market. The method used in this research was qualitative based on the ethnobotany approach. Meanwhile, to collect primary data, several field techniques were used, namely direct observation such as market commodity surveys, trader observations, and trader interviews. The direct survey results showed that the edible plant commodities consisted of 105 plant species representing 28 families. The variations found included 9 types of rice, 4 types of onions, 7 types of bananas, and 9 types of beans. The decline in the number of traded commodities and the lack of visitors was due to the increase in COVID-19 cases in Sukoharjo and disputes between traders and local government. Thus until recently, Ir. Soekarno Market, which was originally the main market full of visitors, became a market that was empty of visitors and traders.... In the scientific view, leaves are the site of photosynthesis and the place of production of secondary metabolites. Besides that, consuming leaves is an effort to conserve plants, if consuming part of the root will cause the plant die, so that, the plant species can be threatened with extinction Yurlisa et al., 2017. Parts of the plant are used as vegetables, food seasonings, food coloring, and medicine. ...Hanin Niswatul FauziahWidya Retno PutriRiya MayangsariBagus Sapto RaharjoSince Covid-19 pandemic government requires all educational institution to apply online learning. Therefore, they must be able to use local potential as a learning source as much as possible. One of the local potentials used as a learning source is implementing an inventory of family foodstuffs. This research aimed to determine the type of foodstuff consumed by the biology college studentâs families in the Covid-19 pandemic and how to integrate it into the biology learning of biodiversity concept. Data were collected by observing the foodstuffs of 28 biology college studentsâs families. Every college student recorded the food consumed by his family for two weeks. The data were foodstuffs name, part of foodstuffs consumed and its benefits. Consumed foodstuffs will be sampled, photographed, and identified up to the family level. Foodstuff for every college studentâs family were tabulated into Microsoft Excel and collected into class data and then analyzed descriptively. Results showed there were 2 types of foodstuffs consumed by the biology studentâs families namely vegetable and animal foodstuff. The most consumed vegetables during the Covid-19 pandemic came from Fabaceae of 15 species and the most consumed animal came from Bovidae of 2 species. Inventory of family foodstuffs during Covid-19 pandemic can be used as a biology learning source of biodiversity. After knowing the taxa of each foodstuff, college students ccould categorize the level of biodiversity. Integrating the environment as a learning source make learning more applicable, varied, interesting, and easier for college students to understand the material being studied.... If the lalapan consumed are not available in rice fields, gardens, yards or forests, then people buy it at a stall. Yurlisa et al. stated that 61% of local vegetables in the traditional market that can be used as lalapan have been The most widely used plant parts are leaf buds of four species, leaves of 32 species, fruit of 16 species and rhizomes, tubers and flowers from one species each,Fig. ... Tri CahyantoAteng SupriyatnaMarâatus SholikhaDeasy RahmawatiPlants are used by most of the Sundanese ethnic community as food products, these are known as lalapan known as fresh vegetables. Lalapan includes parts of the plant such as roots, stems, leaves, fruits, flowers, seeds or other parts that are consumed raw, boiled or steamed without any additional seasoning, or used as flavor enhancers to complement foods like rice, and usually eaten with sambal Chili Sauce. Information on the types of plants used as lalapan are still limited and tend not to be inherited by the next generation. The purpose of this study was to investigate the types and parts of plants used as lalapan. This research applied an explorative survey method with observations and interview techniques conducted from June to October 2017. The sample of this research was 400 respondents obtained from 35 villages in eight selected subdistricts from among 253 villages and 30 districts in Subang Regency, West Java Province, which were randomly determined by a two stage cluster sampling technique. The obtained data were analyzed descriptively. Results of the research showed that there were 50 species of plants discovered, grouped into 19 families, used as lalapan. The most widely used plant family was Asteraceae, with nine species. Parts of plants mostly used as lalapan were leaves, fruits, shoots, stems, flowers, rhizomes and tubers. The leaf is most widely used as a fresh Setya PutraAhmad RidwanSigit Winarto Agata IwanThe increasing number of tourist attractions and airport construction in the city of Kediri will impact the rising number of visitors from outside the city. The availability of adequate accommodation to accommodate the number of visitors who will come to the town of Kediri is essential. Kediri City Guest House Building is one of the solutions to the problem of availability of accommodation in the City of Kediri going forward. Calculations carried out in this study regarding the structure of the 6-story Guest House building design using software. The results of the standard frame elements in the structure column model with the appropriate dimensions and materials included in the plan drawing. The column section frame has dimensions 600x600 cm and diameter 600 cm. The wall load value is distributed to all frames holding the wall in the form of a uniform load of 250 kg/m2 as planned, the height of the stairs is 2 m, and the length is flat is m. Thus, the calculation results obtained the number of stomps of 10 pcs and the number of climbs of 10 pcs with a width of 61cm stairs, aantrade horizontal 25 cm, and optrade up 20 cm. Bertambahnya jumlah tempat Wisata dan pembangunan Bandara di Kota Kediri akan berdampak pada bertambahnya jumlah pengunjung dari luar Kota. Ketersediaan akomodasi yang mencukupi untuk menampung jumlah pengunjung yang akan datang ke Kota Kediri sangat diperlukan. Gedung Guest House Kota Kediri menjadi salah satu solusi pada permasalahan ketersediaan akomodasi kedepannya. perhitungan yang dilakukan Pada penelitian ini mengenai perencanaan struktur bangunan Guest House 6 lantai dengan menggunakan software Hasil elemen frame biasa pada model kolom struktur dengan dimensi dan material yang sesuai telah dicantumkan dalam gambar rencana. Frame section kolom tersebut berdimensi 600 x 600 Cm dan diameter 600 Cm. Nilai beban dinding didistribusikan ke seluruh frame yang menahan dinding dalam bentuk beban merata uniform load sebesar 250 kg/m2 seperti rencana tinggi tangga adalah 2 m dan panjang datar adalah 2,5 m. Secara perhitungan diperoleh hasil jumlah injakan 10 bh dan jumlah tanjakan 10 bh dengan lebar tangga 61cm, aantrade mendatar 25 cm, dan optrade naik 20 cm. Firmansyah SaputraP SurjowardojoIrdafThe purpose of the study is to observe the status of morning temperature and humidity of the dairy cowsâ living environment. The collected data were temperature and humidity measured with dry and wet bulb thermometers. These primary data were processed using THI equation which was specific for dairy cow and classified into six classes based on THI index 1 comfort; 2 mild discomfort; 3 discomfort; 4 alert; 5 danger; and also 6 emergency. The data then analyzed and explained using descriptive analysis. As a result, the environmentâs temperature and humidity were not suitable for the dairy cows. Out ofthirty-one observation days, dairy cow suffered 24 times discomfort, six times alert, and twice mild discomfort. The lowest temperature was 22 â° C while the highest was 26 â° C. Meanwhile, the minimum humidity value 80% and maximum of 95%. It can be concluded that morning temperature and humidity in the study area were not suitable for the dairy paper constitutes an important ethnobiological survey in the context of utilizing biological resources by residents of Kala Chitta hills of Pothwar region, Pakistan. The fundamental aim of this research endeavour was to catalogue and analyse the indigenous knowledge of native community about plants and animals. The study is distinctive in the sense to explore both ethnobotanical and ethnozoological aspects of indigenous culture, and exhibits novelty, being based on empirical approach of Multinomial Logit Specifications MLS for examining ethnobotanical and ethnozoological uses of specific plants and animals. To document the ethnobiological knowledge, the survey was conducted during 2011-12 by employing a semi-structured questionnaire and thus 54 informants were interviewed. Plant and animal specimens were collected, photographed and properly identified. Distribution of plants and animals were explored by descriptive and graphical examination. MLS were further incorporated to identify the probability of occurrence of diversified utilization of plants and animals in multipurpose domains. Traditional uses of 91 plant and 65 animal species were reported. Data analysis revealed more medicinal use of plants and animals than all other use categories. MLS findings are also in line with these proportional configurations. They reveal that medicinal and food consumption of underground and perennial plants was more as compared to aerial and annual categories of plants. Likewise, medicinal utilization of wild animals and domestic animals were more commonly observed as food items. However, invertebrates are more in the domain of medicinal and food utilization. Also carnivores are fairly common in the use of medicine while herbivores are in the category of food consumption. This study empirically scans a good chunk of ethnobiological knowledge and depicts its strong connection with indigenous traditions. It is important to make local residents beware of conservation status of species and authentication of this knowledge needs to be done in near future. Moreover, Statistically significant findings impart novelty in the existing literature in the field of ethnobiology. Future conservation, phytochemical and pharmacological studies are recommended on these identified plants and animals in order to use them in a more sustainable and effective way. Mohammad Fahim KadirMuhammad Shahdaat Bin SayeedM M K MiaEthnopharmacological relevance There is very limited information regarding plants used by traditional healers in Rangamati, Bangladesh, for treating general ailments. Current study provides significant ethnopharmacological information, both qualitative and quantitative on medical plants in Rangamati. Aim of the study This study aimed to collect, analyze and evaluate the rich ethnopharmacologic knowledge on medicinal plants in Rangamati and attempted to identify the important species used in traditional medicine. Further analysis was done by comparison of the traditional medicinal use with the available scientific literature data. Materials and methods The field survey was carried out in a period of about one year in Rangamati, Bangladesh. A total of 152 people were interviewed, including Traditional Health Practitioners THPs and indigenous people through open-ended and semistructured questionnaire. The collected data were analyzed qualitatively and quantitatively. This ethnomedicinal knowledge was compared against the literature for reports of related uses and studies of phytochemical compounds responsible for respective ailments. Results A total of 144 species of plants, mostly trees, belonging to 52 families were identified for the treatment of more than 90 types of ailments. These ailments were categorized into 25 categories. Leaves were the most frequently used plant parts and decoction is the mode of preparation of major portions of the plant species. The most common mode of administration was oral ingestion and topical application. Informant consensus factor Fic values of the present study reflected the high agreement in the use of plants in the treatment of gastro-intestinal complaints and respiratory problems among the informants. Gastro-intestinal complaint had highest use-reports and 3 species of plants, namely Aegle marmelos L. Corr., Ananas comosus L. Merr., and Terminalia chebula Gaertn. Retz., had the highest fidelity level FL of 100%. Asparagus racemosus Willd. and Azadirachta indica A. Juss. showed the highest relative importance RI value of According to use value UV the most important species were Azadirachta indica A. Juss. and Ocimum sanctum L. Conclusion As a result of the present study, we recommend giving priority for further phytochemical investigation to plants that scored highest FL, Fic, UV or RI values, as such values could be considered as good indicator of prospective plants for discovering new drugs. Also counseling of THPs should be taken into consideration in order to smooth continuation and extension of traditional medical knowledge and practice for ensuring safe and effective AfuangP. SiddhurajuK. BeckerThe suitability of raw and methanol-extracted moringa Moringa oleifera Lam. leaf meal to replace 10%, 20% and 30% of the total fishmeal-based dietary protein in tilapia feeds was tested. Ten isonitrogenous and isocalorific feeds 35% crude protein and 20 MJ kgâ1 gross energy, denoted as diets 1 fishmeal-based control, 2, 3, 4 containing 13%, 27% and 40% raw moringa leaf meal, 5, 6, 7 containing 11%, 22% and 33% methanol-extracted moringa leaf meal, and 8, 9, 10 containing methanol-soluble extracts of the raw moringa leaf meal at the same level as would have been present in diets 2, 3, 4 were prepared. Forty tilapia g, kept individually, were fed the experimental diets four fish per treatment at the rate of 15 g feed per kg metabolic body weight per day. A reduction in the growth performance was observed with an increasing level of raw moringa leaf meal diets 2â4, whereas inclusion of methanol-extracted leaf meal diets 5â7 had no significant P< effect on the growth performance compared with the control diet 1. The growth performance of fish fed diets 8â10 containing methanol extracts of the moringa leaf meal were also similar to the control. The chemical composition values of the gained weight showed that lipid accretion decreased with increased inclusion of moringa leaves, and ash content increased. Dietary moringa methanol extracts reduced protein accretion, but had no effects on lipid and ash contents compared with the control. The inclusion of raw, methanol-extracted residues and methanol extracts of the moringa leaf meal diets 3 and 4, 5, 6 and 7, and 8 respectively reduced the plasma cholesterol content significantly. Similarly, a significant reduction in muscle cholesterol was observed in fish fed the diets 4, 8, 9 and 10. It was concluded that the solvent-extracted moringa leaf meal could replace about 30% of fishmeal from Nile tilapia main objectives were to collect information on the use of medicinal plants and compare medicinal plant traditions between Run and Qi. Information was obtained from semi-structured interviews, personal conversation and guided fieldtrips with herbalists. 385 species belonging to 290 genera in 104 families were used for the treatment of various diseases. Rubiaceae 20 species, Euphorbiaceae and Compositae 19 species respectively were predominant families used by herbalists. The most species were used for injuries muscular-skeletal system disorders and infections/infestations The coefficient of similarity shown a high consensus of plant species used by Run and Qi. The 'informant agreement ratio' values for both Run and Qi are rather low less than Traditional medicinal plants still play an important role in medical practices of Li Ethnic Group around There is a close relationship of medicinal plant traditions between Run and Qi. Further investigation is necessary to record this valuable knowledge before its Pugalenthi V. VadivelP. SiddhurajuMucuna pruriens var. utilis, an underutilized tropical legume has a nutritional quality comparable to soya beans and other conventional legumes as it contains similar proportions of protein, lipid, minerals, and other nutrients. The beans have been traditionally used as a food in a number of countries, viz., India, Philippines, Nigeria, Ghana, Brazil, and Malawi. Recently, the velvet beans are exploited as a protein source in the diets of fish, poultry, pig, and cattle after subjected to appropriate processing methods. Although the velvet beans contain high levels of protein and carbohydrate, their utilization is limited due to the presence of a number of antinutritional/antiphysiological compounds, phenolics, tannins, L-Dopa, lectins, protease inhibitors, etc., which may reduce the nutrient utilization. Unfortunately, even though many researchers all over the world working on Mucuna, only scanty and conflicting information are available regarding its utilization as a food/feed and no scientific gathering to date has focused on the food/feed applications of Mucuna. Hence, the present review has been emphasized on the nutritional potential of this underutilized, nonconventional legume and current state of its utilization as food/feed for both human beings and livestock throughout the book on weed identification. directorate of weed science researchV S G R NaiduNaidu, V. S. G. R. 2012. Hand book on weed identification. directorate of weed science research. India study for swamp Lokal vegetables at Martapura Market of South Kalimantan. Ziraa'ahH SusantiSusanti, H. 2015. Ethnobotanical study for swamp Lokal vegetables at Martapura Market of South Kalimantan. Ziraa'ah, 40, 2, 140-144.
Akseske Lokasi: Setelah bayar toll di Gate Ciawi, ambil arah lurus menuju Ciawi. Dari lampu merah Pasar Ciawi /toll Ciawi, ambil arah lurus ke Sukabumi ± 5 km (tidak macet) di sisi kiri ada Pasar Cikereteg, belok kiri menyusuri Pasar Cikereteg ± 1,5km menuju daerah wisata Pancawati. Info Tambahan: - Harga Sewa: Rp 2.000.000
Faktor-faktor yang mempengaruhi perdagangan antar daerah Perbedaan kekayaan SDA Perbedaan selera Perbedaan Iklim Perluas pasar dan tingkatkan keuntungan Kelebihan atau kekurangan produk suatu daerah Perbedaan tingkat harga Dari kasus Pak Mardi, faktor dominan yang mempengaruhi perdagangan antar daerah yang dilakukannya yakni perbedaan tingkat harga. Pak Mardi lebih memilih melakukan perdagangan ke daerah pesisir karena harga sayuran yang diproduksinya memiliki harga yang lebih mahal dibandingkan di daerah pegunungan. Jadi, jawaban yang tepat adalah pilihan B.
0VQFLVN. cr2uzol1g4.pages.dev/296cr2uzol1g4.pages.dev/240cr2uzol1g4.pages.dev/331cr2uzol1g4.pages.dev/373cr2uzol1g4.pages.dev/143cr2uzol1g4.pages.dev/57cr2uzol1g4.pages.dev/134cr2uzol1g4.pages.dev/94cr2uzol1g4.pages.dev/224
pasar sayuran di daerah pegunungan termasuk pasar